Mengenal Praktik Greenwashing dan Ciri-Ciri Perusahaan yang Melakukannya
Pernah melihat iklan mengenai suatu produk yang mengklaim bahwa produk tersebut ramah lingkungan? Biasanya, akan ada penjelasan yang mendukung klaim tersebut melalui penggunaan kata seperti sustainable atau biodegradable. Anehnya, klaim tersebut terkadang justru keluar dari perusahaan yang sudah jelas diketahui merusak lingkungan. Di mana perusahaan tersebut berupaya untuk terlihat ‘lebih hijau’, yang mana tindakan ini disebut dengan istilah greenwashing.
Hingga kini, masih banyak perusahaan, baik kecil ataupun besar, yang diduga melakukan praktik greenwashing. Salah satu cirinya adalah mereka cenderung mengeluarkan uang lebih banyak untuk membangun kesan ramah lingkungan, dibanding benar-benar meminimalkan dampak negatif dari aktivitas mereka.
Lebih dari itu, artikel berikut ini akan menguraikan ciri-ciri perusahaan yang melakukan praktik greenwashing beserta pengertian dan alasan di balik penerapannya.
Daftar Isi
Apa Itu Greenwashing?
Istilah greenwashing pertama kali dikemukakan oleh Jay Westerveld pada tahun 1988 dalam sebuah esai yang mengkritik gerakan “save the towel” dari sebuah hotel di tepi pantai, di mana para tamu diminta untuk menggunakan kembali handuk mereka untuk menyelamatkan lingkungan.
Westerveld memperhatikan tidak ada tanda upaya yang dilakukan oleh hotel tersebut dalam menjaga lingkungan dan justru menemukan banyak limbah di seluruh bagian hotel. Westerveld menilai bahwa hotel tersebut tidak benar-benar ingin menyelamatkan lingkungan, melainkan hanya ingin memangkas biaya cuci handuk.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa greenwashing adalah metode pemasaran yang dilakukan perusahaan dengan menipu pelanggan melalui klaim mengenai produknya yang dinilai ramah lingkungan. Praktik ini dilakukan untuk menarik lebih banyak pelanggan, khususnya mereka yang peduli terhadap lingkungan.
Umumnya, perusahaan yang melakukan praktik ini menekankan bahwa produknya lebih ramah lingkungan, efisien, dan hemat biaya dari waktu ke waktu. Mereka juga akan mengklaim bahwa produknya terbuat dari bahan daur ulang atau hemat energi. Klaim tersebut bisa saja benar, namun perusahaan yang terlibat praktik greenwashing biasanya akan membesar-besarkan klaim tersebut untuk memperdaya konsumen.
Bukti greenwashing dari perusahaan dapat dilihat dari perusahaan ketika mereka merilis kampanye marketing yang ramah lingkungan. Pasalnya, setelah diperiksa lebih jauh, mereka ternyata lebih banyak menghabiskan budget-nya untuk kampanye pemasaran daripada untuk menerapkan praktik ramah lingkungan itu sendiri.
Baca juga: Mindset Wirausaha Ini Harus Anda Miliki Sejak Dini
Alasan di Balik Penerapan Praktik Greenwashing
Sebuah laporan dari McKinsey menemukan bahwa Gen Z cenderung menghabiskan lebih banyak uang untuk perusahaan yang dianggap peduli lingkungan. Laporan lain dari Global Corporate Sustainability Report Nielson juga menemukan bahwa 66% konsumen akan membelanjakan lebih banyak produk jika berasal dari merek yang sustainable. Angka tersebut pun terus melonjak hingga 73% di kalangan milenial.
Karena hal tersebut, laman earth.org menyatakan bahwa alasan perusahaan melakukan praktik greenwashing adalah karena profit. Perusahaan yang melakukan praktik ini pun sebenarnya tidak tahu apa yang mereka lakukan, apa yang benar-benar bermanfaat bagi lingkungan dan apa yang tidak.
Seperti sebuah perusahaan di Australia yang beralih menggunakan plastik biodegradable yang secara teknis tidak terdegradasi sepenuhnya, melainkan hanya terurai menjadi bagian-bagian yang lebih kecil kecuali jika diproses dalam alat yang dirancang khusus.
Lembaga pengawas konsumen di Australia akhirnya mendenda perusahaan tersebut untuk berhenti menjual produknya karena iklannya yang menipu tersebut.
Baca juga: Business Accelerator: Fungsi dan Perannya Bagi Startup
Ciri-Ciri Perusahaan yang Melakukan Greenwashing
Setidaknya, terdapat empat ciri perusahaan yang melakukan praktik greenwashing. Di antaranya meliputi:
1. Klaimnya Terlalu Berlebihan
Perusahaan yang melakukan praktik buruk ini biasanya memiliki klaim yang terlalu berlebihan atau terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Misalnya, mereka merilis sebuah produk yang dinilai sangat ramah lingkungan, di mana tidak menimbulkan limbah, hemat energi, biaya murah, dan sebagainya.
Sebenarnya, proses ini terkadang hanya bagian dari branding perusahaan saja. Di mana hal tersebut belum bisa dipastikan kebenarannya.
2. Sulit untuk Memeriksa Klaim Perusahaan
Perusahaan juga tidak terlalu transparan dalam memberikan penjelasan terkait keterlibatan mereka dalam menjaga lingkungan. Itulah mengapa sulit bagi orang lain untuk memeriksa klaim tersebut, terlebih apabila klaim tersebut tidak jelas dan tidak spesifik.
3. Cenderung Bersifat Reaktif dan Bukan Proaktif
Perusahaan juga biasanya menunjukkan kepeduliannya pada lingkungan karena reaksi yang diberikan pelanggan. Jadi, mereka hanya melakukannya demi merespon dan menyenangkan pelanggan sehingga dapat meningkatkan keuntungan.
4. Selalu Menggunakan Kata-Kata yang Dramatis
Perusahaan yang menerapkan praktik ini juga selalu menggunakan kata-kata yang dramatis. Di mana biasanya, mereka menggunakan tone of voice yang dramatis dan seakan-akan menjadi perusahaan yang sangat ramah dan peduli terhadap isu lingkungan.
Baca juga: Community Relation Adalah: Pengertian dan Peran Pentingnya untuk Perusahaan
Penutup
Greenwashing adalah permainan istilah “whitewashing“, yang berarti menggunakan informasi yang menyesatkan untuk menutupi perilaku buruk. Praktik ini dilakukan dengan membuat klaim bahwa produk perusahaan lebih ramah lingkungan dibanding produk pesaing. Tujuannya adalah untuk menarik lebih banyak pelanggan dan meningkatkan penjualan.
Seperti disebutkan sebelumnya, praktik ini menghabiskan lebih banyak dana untuk proses branding-nya, dibanding meminimalkan dampak negatif dari operasional perusahaannya.
Padahal, jika tujuannya adalah menimbulkan kesan baik di mata pelanggan, ada banyak cara yang bisa dilakukan. Salah satunya dengan meningkatkan kualitas dan pelayanan. Di mana penjualan dan keuntungan yang didapat perusahaan akan terus meningkat seiring berjalannya waktu.
Jangan lupa untuk mencatat setiap keuntungan yang diperoleh ke dalam pembukuan perusahaan. Untuk mempermudah prosesnya, gunakan aplikasi bisnis dan akuntansi Accurate Online yang menyediakan lebih dari 200 jenis laporan keuangan dan bisnis.
Accurate Online juga menyediakan beragam fitur dan keunggulan yang mudah untuk digunakan dan bisa diakses secara fleksibel. Jika Anda tertarik untuk menggunakannya, klik tautan gambar di bawah ini dan nikmati Accurate Online sceara gratis selama 30 hari.