Apa itu Retail Apocalypse? Ini Pengertian dan Dampaknya di Indonesia!
Beberapa tahun yang lalu, sebagian besar dari kita tentu masih ingat dengan maraknya pemberitaan sejumlah gerai Giant di berbagai kota besar. Bahkan, kabar tersebut menjadi trending topic di media sosial selama beberapa hari lamanya. Banyak orang yang menganggap bahwa retail apocalypse tengah melanda Indonesia dan manajemen retail yang buruk disinyalir sebagai salah satu biang keladinya.
Tapi, apakah memang benar bahwa retail apocalypse kini melanda Indonesia? Seberapa besarkan dampaknya untuk perkembangan industri retail? Penasaran? Dapatkan jawaban lengkapnya dengan membaca artikel tentang retail apocalypse di bawah ini hingga selesai.
Daftar Isi
Apa itu Retail Apocalypse?
Tutupnya raksasa retail seperti Giant dan Hero di beberapa provinsi di Indonesia membuat sebagian besar masyarakat di Indonesia bertanya-tanya. Beberapa orang ada yang menduga bahwa hal ini terjadi karena perkembangan industri retail terlalu cepat.
Menjamurnya pusat perbelanjaan di berbagai kota besar seringkali tidak diimbangi dengan daya beli masyarakat. Sehingga, sejumlah mall pun terlihat sepi, bahkan di akhir pekan pun semakin memperparah hal tersebut.
Berdasarkan laman Wikipedia, penyebab retail apocalypse adalah tidak mampunya perusahaan ritel dalam bersaing dengan berbagai gempuran perusahaan e-commerce. Perubahan kebiasaan belanja masyarakat dari datang ke toko menjadi belanja dari rumah menjadi toko ritel terpaksa harus kehilangan pelanggan dan merugi.
Bahkan, retail apocalypse di Amerika Serikat sudah banyak memakan korban. Perusahaan retail Sears Holding yang pada mulanya memiliki banyak cabang di beberapa negara bagian, di tahun 2018 dinyatakan bangkrut oleh pemerintah Amerika Serikat. Perusahaan Bloomingdale pun bernasib sama, lalu ada juga perusahaan Toys “R” Us yang dinyatakan bangkrut.
Untuk di Indonesia sendiri, kejadian ini sebenarnya sudah terjadi cukup lama, tapi masih sedikit orang yang menyadari bahwa ini adalah kiamatnya bisnis retail. Dimulai dari jatuhnya beberapa toko di sejumlah mall besar, seperti di Mall Mangga Dua, yang selanjutnya menular pada sepinya sejumlah pusat perbelanjaan di Jakarta.
Masyarakat pun mulai sadar bahwa ada suatu kejadian besar yang bergerak di balik layar saat Hero dan Giant terkena dampaknya. Ada suatu hal yang tidak beres pada industri ritel di Indonesia yang membuat bisnis multicabang ini jatuh dan terpaksa harus menutup sejumlah gerai di beberapa provinsi di Indonesia.
Baca juga: Mengenal Smart Manufacturing dan Cara Mudah Mewujudkannya
Penyebab Terjadinya Retail Apocalypse
Terdapat beberapa hal yang menyebabkan retail apocalypse di Amerika Serikat. Keempat hal ini juga terjadi di Indonesia dan membuat sejumlah perusahaan retail apocalypse di Indonesia ambruk, yaitu:
1. Perkembangan Pesat E-commerce
Banyak orang yang menganggap bahwa ecommerce adalah biang keladi dari jatuhnya perusahaan retail di Indonesia. Perusahaan inilah yang membuat kebiasaan belanja masyarakat yang pada mulanya datang ke mall berubah menjadi belanja dari rumah.
Selain itu, e commerce juga bersaing dalam urusan harga. Promosi yang dilakukan oleh ecommerce pun tidak kalah menggiurkannya bila dibandingkan dengan diskon yang berada di pusat perbelanjaan.
Bahkan, ecommerce mengalami peningkatan penjualan dari 11% hingga 20% di masa liburan bila dibandingkan dengan toko ritel yang hanya mengalami peningkatan hingga 1,6% saja. Bahkan, terdapat sejumlah departement store yang mengalami penurunan penjualan hingga 4.8%.
2. Perkembangan Mall di Mana-mana
Perkembangan jumlah mall di Amerika dan Indonesia tidak diimbangi dengan perkembangan jumlah penduduk. Disebutkan bahwa perkembangan mall di Amerika terjadi dua kali lebih banyak bila dibandingkan dengan nilai perkembangan penduduk.
Efeknya, pengunjung mall pun menjadi berkurang dan membuat mall baru terlihat sepi. Kondisi ini diperparah seiring dengan perkembangan tahun. Dengan hadirnya “restaurant renaissance” atau pengunjung lebih memilih untuk menggunakan uangnya untuk makan restoran yang ada di mall daripada membeli sepatu ataupun baju baru.
3. Hilangnya Konsumen Kelas Menengah
Untuk toko ritel kelas menengah seperti Macy’s dan Sears, masyarakat dari kalangan kelas menengah adalah target utama mereka. Tapi, mereka kalah bersaing dengan toko ritel besar lain yang berani mengambil keuntungan yang lebih kecil.
Dampaknya, masyarakat kelas menengah pun lebih memilih untuk berbelanja di toko yang lebih murah. Toko ritel kelas menengah ini pun pada akhirnya harus terpaksa kehilangan pelanggan. Untuk di Indonesia sendiri, kejadian tersebut dirasakan oleh toko ritel Makro.
4. Manajemen yang buruk
Faktor terakhir yang membuat jatuhnya toko ritel adalah buruknya manajemen retail yang dilakukan oleh bisnis tersebut. Sistem persediaan yang buruk membuat toko lebih sering kehabisan persediaan. Sehingga, para pelanggan pun lebih memilih berbelanja secara online yang memiliki persediaan lebih banyak.
Baca juga: Apa itu OEM? Apa Saja Karakteristik dan Manfaat dari OEM?
Penutup
Saat ini, meraih kesuksesan di bisnis ritel bukanlah suatu hal yang mudah. terdapat banyak sekali tantangan yang harus dilewati untuk bisa bertahan. Selain itu, beragam cara untuk bisa beradaptasi di tengah gempuran ecommerce pun adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan agar bisa terus bertahan dari persaingan.
Nah, salah satu cara untuk bisa bertahan adalah dengan menggunakan aplikasi bisnis dan akuntansi dari Accurate Online.
Dengan menggunakan aplikasi ini, Anda bisa mencatat setiap transaksi di bisnis ritel secara otomatis dan bisa mendapatkan lebih dari 200 jenis laporan keuangan secara akurat.
Aplikasi ini juga sudah dibekali dengan fitur yang bisa memudahkan Anda dalam mengelola persediaan barang, melakukan kegiatan penjualan dan pembelian, menyelesaikan administrasi perpajakan, dan masih banyak lagi.
Jadi dengan menggunakan Accurate Online, bisnis ritel Anda bisa terus bersaing dan bahkan bisa berkembang lebih maju.
Penasaran dengan Accurate Online? Silahkan coba dulu selama 30 hari gratis dengan klik tautan gambar di bawah ini.