Poin penting
- Hiperinflasi adalah lonjakan harga barang dan jasa yang sangat cepat dan tidak terkendali, di mana pendapatan masyarakat tidak mampu mengimbangi kemerosotan nilai mata uang.
- Ciri utama dari hiperinflasi antara lain harga melambung tinggi, nilai mata uang jatuh tajam, jumlah uang beredar bertambah secara masif, dan tabungan atau investasi kehilangan nilainya.
- Penyebab utama hiperinflasi meliputi defisit anggaran pemerintah yang ditutupi dengan pencetakan uang baru, dampak perang yang menghancurkan ekonomi, serta instabilitas sosial politik.
- Hiperinflasi menyebabkan daya beli masyarakat menurun drastis, tabungan menjadi tidak bernilai, timbul ketidakstabilan sosial politik, hingga banyak bisnis harus tutup karena investasi terhambat.
Pada dasarnyanya, hiperinflasi adalah suatu kondisi dimana pihak pemerintahan pada suatu negara tidak mampu mengendalikan arus inflasi pada negaranya.
Saat terjadi kenaikan harga pada komoditas secara signifikan, biasanya akan selalu diikuti dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, sehingga keadaan ekonomi akan menjadi stabil dan tidak terjadi ketimpangan.
Keadaan seperti ini menandakan adanya inflasi dalam kadar normal, yang mana setiap harga komoditas masih bisa dikendalikan.
Bila pihak kepemerintahan bisa meracik kebijakan moneter secara tepat dengan memperhatikan dan mempertimbangkan situasi dan kondisi ekonomi yang ada, maka inflasi tersebut bisa menjadi teman.
Tapi, jika mereka acuh dan tidak mampu mengelola aset negara dengan kebijakan moneter yang tidak tepat dengan kondisi yang tengah terjadi, maka inflasi tersebut akan menjadi musuh dan akan berakibat hiperinflasi.
Lantas, apa pengertian sebenarnya dari hiperinflasi tersebut? Apa saja faktor yang bisa menyebabkan hiperinflasi? Pernah adakah negara yang mengalami hiperinflasi? Temukan jawabannya dengan membaca artikel hiperinflasi di bawah ini.
Pengertian hiperinflasi
Hiperinflasi adalah situasi di mana inflasi terjadi secara ekstrem dan tidak terkendali, ditandai dengan lonjakan harga barang dan jasa yang sangat cepat dalam waktu singkat.
Kondisi ini sangat parah karena pertumbuhan pendapatan masyarakat tidak mampu mengimbangi kenaikan harga, sehingga jumlah uang yang beredar semakin banyak, namun nilai mata uang justru merosot tajam.
Secara umum, hiperinflasi didefinisikan sebagai inflasi yang melebihi 50% bahkan bisa mencapai lebih dari 100% hanya dalam satu bulan.
Jika pada situasi ekonomi normal inflasi biasanya dihitung dan dilaporkan setahun sekali, pada masa hiperinflasi, pemantauan inflasi wajib dilakukan lebih sering, seperti setiap bulan, karena perkembangan harga yang sangat drastis.
Mengapa pemantauan ini begitu penting? Karena pemerintah dan otoritas keuangan harus segera membaca perubahan situasi dan mengambil langkah kebijakan moneter yang tepat untuk menahan laju inflasi.
Jika tidak ada tindakan yang efektif, hiperinflasi akan memberikan dampak negatif besar bagi negara, terutama pada nilai tukar mata uangnya.
Daya beli masyarakat menurun drastis, uang lokal kehilangan fungsinya, bahkan bisa menjadi tak bernilai sama sekali.
Dalam situasi buruk seperti itu, masyarakat cenderung lebih memilih menggunakan mata uang asing yang dianggap lebih stabil sebagai alat tukar dalam transaksi sehari-hari.
Baca juga: Berbagai Jenis Inflasi dalam Perekonomian Negara
Ciri-ciri hiperinflasi
Hiperinflasi dapat dikenali melalui beberapa ciri-ciri khusus yang membedakannya dari inflasi biasa. Berikut beberapa ciri-ciri utama hiperinflasi:
1. Lonjakan harga sangat cepat dan ekstrim
Harga barang dan jasa naik secara dramatis bukan hanya puluhan persen, tapi bisa ratusan hingga miliaran persen dalam waktu singkat.
2. Nilai mata uang merosot tajam
Uang negara tersebut kehilangan daya beli hingga hampir tidak bernilai, bahkan penduduk lebih memilih menimbun atau menggunakan mata uang asing.
3. Penambahan jumlah uang beredar secara masif
Pemerintah terus mencetak uang untuk menutup defisit anggaran, membuat uang di masyarakat berlimpah namun nilainya menurun.
4. Penurunan tabungan dan investasi
Tabungan dalam bentuk mata uang lokal jadi tidak berarti dan masyarakat panik menukar atau membelanjakan uangnya segera sebelum nilainya hilang.
Baca juga: Inflasi Dan Deflasi : Pengertian, Perbedaan, dan Penyebabnya secara Lengkap
Penyebab terjadinya hiperinflasi
Hiperinflasi tidak terjadi begitu saja, melainkan dipicu oleh beberapa faktor utama seperti:
1. Defisit anggaran pemerintah dan mencetak uang baru
Salah satu penyebab paling umum hiperinflasi adalah kebijakan pemerintah yang menutup defisit anggaran dengan mencetak uang baru.
Ketika pengeluaran negara melebihi pendapatan dari pajak atau pinjaman luar negeri, terkadang pemerintah memilih solusi instan dengan menambah jumlah uang beredar.
Akibatnya, uang berlimpah di masyarakat, namun nilainya jatuh dan harga-harga melambung tinggi karena daya beli rupiah menurun drastis.
2. Dampak perang
Perang selalu membawa ketidakstabilan bagi ekonomi. Selain menghancurkan sektor produksi dan infrastruktur, perang memaksa pemerintah membelanjakan dana besar untuk kebutuhan militer dan kompensasi korban.
Kegiatan ekonomi melambat, produksi menurun, dan pemasukan negara berkurang, sementara kebutuhan dana meningkat.
Kondisi ini akan memacu tekanan inflasi yang ekstrem hingga terjadi hiperinflasi.
3. Krisis sosial dan politik
Kondisi sosial politik yang memanas, seperti kerusuhan, konflik internal, hingga pergantian kekuasaan tidak stabil, juga dapat memicu hiperinflasi.
Kerusuhan atau demonstrasi sering kali merusak fasilitas umum, memperlambat aktivitas industri dan menghambat distribusi barang.
Jika situasi ini berlangsung lama, pendapatan nasional jatuh dan biaya perbaikan infrastruktur membengkak.
Ekonomi menjadi tidak stabil, sehingga harga-harga sulit dikendalikan dan terjadilah hiperinflasi.
Baca juga: Krisis Ekonomi: Arti, Penyebab, Dampak, Cara Menghadapi
Dampak hiperinflasi
Hiperinflasi membawa efek negatif yang sangat besar, bukan hanya pada ekonomi negara tapi juga masyarakat secara luas. Dampak-dampak utama hiperinflasi antara lain:
1. Turunnya daya beli masyarakat
Harga kebutuhan pokok melonjak, sementara penghasilan masyarakat tetap atau naik tidak sebanding. Akibatnya, rakyat kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.
2. Nilai tabungan menjadi tidak bernilai
Tabungan yang disimpan dalam mata uang lokal mengalami penurunan nilai secara drastis, membuat orang kehilangan kekayaan dalam waktu singkat.
3. Ketidakstabilan sosial dan politik
Krisis ekonomi memicu demonstrasi, kerusuhan, hingga pergolakan politik, semakin memperparah kondisi negara.
4. Kolapsnya sistem transaksi dan perbankan
Kepercayaan pada uang dan sistem perbankan hilang, sehingga transaksi kembali ke barter atau menggunakan mata uang lain.
5. Investasi mandek dan bisnis lumpuh
Investor asing dan lokal menarik dananya, produksi dan distribusi barang terhenti, sehingga pengangguran pun meningkat.
Baca juga: Rush Money: Pengertian, Penyebab, Dampak, dan Cara Menghadapinya
Contoh kasus hiperinflasi
Hiperinflasi bukanlah fenomena langka, beberapa negara di dunia pernah mengalami lonjakan harga ekstrem akibat inflasi tak terkendali.
Beberapa contoh negara yang pernah dilanda hiperinflasi antara lain Jerman, Hungaria, China, Yunani, Yugoslavia, Prancis, Peru, Nikaragua, bahkan Indonesia di awal kemerdekaannya.
Namun, salah satu contoh paling terkenal di era modern adalah hiperinflasi di Zimbabwe pada tahun 2000-an.
Kisah Hiperinflasi Zimbabwe
Zimbabwe mengalami salah satu krisis hiperinflasi terparah dalam sejarah ekonomi. Krisis ini memuncak pada tahun 2007-2008, dengan tingkat inflasi yang melesat hingga miliaran persen per tahun.
Salah satu pemicu utamanya adalah kebijakan pemerintah melakukan redistribusi tanah dari petani mapan ke petani lokal.
Sayangnya, para petani baru ini tidak memiliki pengalaman dan keahlian memadai, sehingga lahan pertanian dibiarkan menganggur dan produksi pangan nasional merosot tajam.
Akibat kelangkaan pangan, harga-harga naik drastis. Masalah makin rumit karena Zimbabwe juga terlibat konflik militer dengan negara tetangga, Kongo, yang menyerap banyak dana negara.
Pemerintah akhirnya memilih mencetak lebih banyak uang untuk membiayai defisit anggaran, sehingga jumlah uang beredar di masyarakat meningkat tajam sementara nilai mata uang lokal justru jatuh.
Puncaknya terjadi pada tahun 2008, ketika tingkat inflasi di Zimbabwe diperkirakan mencapai 79 miliar persen. Harga barang naik setiap hari, bahkan beberapa jam sekali.
Di tengah krisis ini, masyarakat kehilangan kepercayaan pada dolar Zimbabwe, dan banyak yang beralih menggunakan mata uang asing seperti dolar AS sebagai alat tukar utama.
Untuk keluar dari krisis, pemerintah Zimbabwe akhirnya menerapkan kebijakan multi-currency dengan mengizinkan penggunaan mata uang asing dalam transaksi sehari-hari.
Perlahan-lahan, kebijakan ini mendorong stabilitas, dan ekonomi Zimbabwe mulai pulih beberapa tahun kemudian.
Baca juga: 10 Contoh Kelangkaan Ekonomi di Indonesia dan Efeknya
Cara mengatasi hiperinflasi
Upaya keluar dari bencana hiperinflasi membutuhkan komitmen, stabilitas, dan langkah-langkah ekonomi yang tegas dan terukur.
Berikut beberapa cara yang dapat ditempuh:
1. Menghentikan kebijakan mencetak uang berlebihan
Pemerintah harus menghentikan pencetakan uang baru dan fokus pada penguatan fundamental ekonomi.
2. Melakukan reformasi keuangan dan anggaran
Membenahi manajemen pengeluaran negara, memperbaiki sistem perpajakan, dan mengurangi defisit anggaran negara.
3. Mengadopsi mata uang asing atau multi-currency system
Mengijinkan penggunaan mata uang asing dalam transaksi domestik untuk memulihkan kepercayaan dan stabilitas ekonomi, seperti yang dilakukan Zimbabwe.
4. Menegakkan kebijakan moneter yang ketat
Bank sentral menerapkan bunga acuan tinggi dan kontrol ketat pada jumlah uang beredar.
5. Menarik investasi asing dan bantuan internasional
Membuka diri terhadap bantuan keuangan dan investasi internasional untuk menambah cadangan devisa serta menstabilkan perekonomian.
6. Penegakan hukum dan stabilitas politik
Menjaga situasi politik tetap kondusif karena kestabilan sosial dan politik sangat diperlukan untuk mendukung pemulihan ekonomi.
Baca juga: Apa itu Inflasi Sedang? Ini Pengertian dan 8 Penyebab Utamanya
Penutup
Hiperinflasi adalah ancaman serius yang bisa mengguncang stabilitas ekonomi, baik di tingkat negara maupun individu.
Kejadian ini menunjukkan betapa pentingnya pengelolaan kebijakan ekonomi dan keuangan yang bijak serta transparan, baik oleh pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat umum.
Agar tetap siap menghadapi risiko apa pun, termasuk potensi hiperinflasi di masa depan, setiap orang dan bisnis perlu membekali diri dengan literasi keuangan dan pencatatan aset yang rapi.
Salah satunya adalah dengan mencatat aset dan keuangan menggunakan tools atau aplikasi pencatatan yang tepat seperti Accurate Online.
Dengan Accurate Online, Anda bisa memonitor aset, arus kas, hingga seluruh aktivitas keuangan secara otomatis, real-time, dan aman.
Fitur lengkap dan tampilan yang mudah digunakan membuat siapa pun bisa mencatat dan menganalisis laporan keuangan tanpa ribet. Jangan biarkan bisnis dan aset Anda terancam oleh ketidakpastian ekonomi.
Yuk, coba Accurate Online gratis selama 30 hari dan rasakan sendiri kemudahannya dalam mengelola keuangan Anda!