Pajak Masukan dan Keluaran: Pengertian, Karakteristik, dan Contohnya

oleh | Okt 2, 2020

source envato.

Pajak Masukan dan Keluaran: Pengertian, Karakteristik, dan Contohnya

Pernah mendengar pajak masukan dan pajak keluaran pada pelaporan PPN? Pajak pertambahan nilai (PPN) pada prinsipnya merupakan pajak atas konsumsi barang dan jasa yang dibebankan kepada konseumen akhir. Sebagai pajak konsumsi yang menyasar konsumen akhir, PPN tidak dimaksudkan untuk dibebankan kepada pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan.

Guna memastikan beban PPN tidak ditanggung oleh PKP, PKP diberikan hak untuk mengkreditkan pajak masukan. Mekanisme tersebut membuat PKP dapat memperhitungkan pajak masukan yang telah ia bayar dengan pajak keluaran yang telah ia pungut.

Ingin mengetahui lebih dalam mengenai pajak masukan dan pajak keluaran secara lebih mendalam? Baca terus artikel ini:

Pengertian Pajak Masukan

MERUJUK IBFD International Tax Glossary (2015) pajak masukan atau input tax atau input value add tax (VAT) adalah PPN yang dibayarkan oleh pengusaha terkait dengan perolehan barang dan jasa untuk tujuan bisnis.

Lebih lanjut, apabila barang dan jasa tersebut digunakan untuk transaksi kena pajak maka pajak masukan umumnya dapat dikreditkan. Namun, apabila barang dan jasa tersebut digunakan untuk tujuan yang dikecualikan dari pengenaan pajak, maka pajak ini umumnya tidak dapat dikreditkan.

Sementara itu, Kath Nithingale (2002) mendefinisikan pajak masukan sebagai PPN yang dapat diklaim kembali atas pembelian yang dilakukan oleh PKP.

Berdasarkan Pasal 1 angka 24 UU PPN, pajak masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan barang kena pajak (BKP), perolehan jasa kena pajak (JKP), pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean, dan/atau impor BKP.

Secara sederhana, pajak ini dapat diartikan sebagai PPN yang telah dipungut oleh PKP pada saat penyerahan BKP/JKP dalam masa pajak tertentu. Pajak tersebut dapat dikreditkan oleh PKP untuk memperhitungkan sisa pajak yang terutang melalui mekanisme pengkreditan pajak.

Secara ringkas, mekanisme pengkreditan pajak masukan membuat PKP dapat mengkreditkan pajak yang dibayarkannya atas perolehan barang dan jasa dengan pajak keluaran yang dipungut ketika melakukan penyerahan barang.

Apabila pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan maka kelebihan pajak keluaran tersebut harus disetorkan kepada kas negara. Sebaliknya, apabila pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran maka kelebihan pajak masukan tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau direstitusi.

Kendati dapat dijadikan pengurang untuk mengetahui berapa besaran pajak yang harus disetor, tidak semua pajak masukan dapat dikreditkan. Prinsip pengkreditan pajak ini  diatur dalam Pasal 9 ayat UU PPN.

Download eBook Panduan dan Template Pembukuan Sederhana dengan Excel untuk Bisnis Kecil

Pengkreditan Pajak Masukan

Pada dasarnya Pajak Masukan dikreditkan dengan Pajak keluaran pada Masa Pajak yang sama. Namun, bagi PKP yang belum berproduksi, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal diperkenankan untuk dikreditkan kecuali Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk:

  1. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
  2. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
  3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
  4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
  5. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  6. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan;
  7. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
  8. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
  9. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum PKP berproduksi.

Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan perundang-undang perpajakan.

Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan PPN yang harus disetor oleh PKP. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.

Artinya, dalam suatu Masa Pajak dapat terjadi Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran. Kelebihan Pajak Masukan tersebut tidak dapat diminta kembali pada Masa Pajak yang bersangkutan, tetapi dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.

Baca juga: PPh Final dan Tidak Final: Pengertian Lengkap dan Perbedaannya

Karakteristik Pajak Masukan

Dalam penerapan pungutan PPN, PKP mengkreditkan pajak masukan dan pajak keluaran dalam suatu masa pajak yang sama. Apabila dalam masa pajak tersebut pajak keluaran lebih besar, maka kelebihan pajak keluaran tersebut harus disetorkan ke kas negara.

Sebaliknya, apabila dalam masa pajak tersebut, masa pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Dalam tata cara ini, jumlah yang harus dibayarkan oleh PKP dapat berubah sesuai dengan pajak masukan yang dibayar.

pajak masukan dan keluaran 2

Pengertian Pajak Keluaran

Merujuk IBFD International tax Glossary (2015) output tax/ouput value add tax (VAT) atau pajak keluaran adalah PPN yang harus dibayarkan kepada otoritas pajak oleh pengusaha atas penyerahan barang atau jasa untuk pihak ketiga.

Sementara itu, Kath Nithingale (2002) mendefinisikan pajak keluaran sebagai PPN yang harus dikenakan atas penyerahan barang atau jasa kena pajak yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Umumnya, pajak keluaran dihitung dengan menerapkan tarif PPN pada harga jual yang belum termasuk pajak.

Berdasarkan Pasal 1 angka 25 UU PPN, pajak keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP), eskpor BKP berwujud/tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP.

Secara sederhana pula, pajak keluaran dapat diartikan sebagai PPN yang dipungut oleh PKP atas penyerahan BKP/JKP kepada pembeli atau konsumen. Selanjutnya, sebagai bukti pemungutan PPN maka PKP diharuskan untuk menerbitkan faktur pajak.

Dalam faktur pajak tersebut tertera besaran PPN yang harus dibayar oleh pihak pembeli kepada PKP penjual. PPN yang tercantum dalam faktur pajak itulah yang menjadi pajak keluaran bagi PKP yang melakukan penyerahan barang atau jasa.

Pada prinsipnya, faktur pajak harus dibuat pada saat penyerahan atau saat penerimaan pembayaran. Namun, dalam hal tertentu PKP dimungkinkan untuk membuat faktur pajak di saat lain.

Penjelasan lebih lanjut terkait dengan faktur pajak dapat disimak dalam PMK 151/2013, Perdirjen Pajak No.PER-24/PJ/2012 s.t.d.t.d Perdirjen Pajak No.PER – 17/PJ/2014 dan Perdirjen Pajak No.PER – 04/PJ/2020.

Adapun jumlah pajak keluaran nantinya diperhitungkan dengan pajak masukan untuk menghitung jumlah pajak yang harus disetor. Selanjutnya, baik jumlah pajak keluaran maupun pajak masukan juga harus dituangkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN.

Baca juga: Mengetahui Asas Pemungutan Pajak yang Berlaku di Indonesia

Karakteristik Pajak Keluaran

PPN disebut sebagai pajak objektif, karena dalam pemungutannya PPN memberi penekanan pada objek yang dikenakan pajak. Pengenaan pajak keluaran diawali dengan penetapan tarif barang. Kemudian dilanjutkan dengan pemungutan pajak oleh penjual.

PKP yang telah melakukan transasi jual beli barang artinya, PKP telah mengambil/memungut rupiah yang dihasilkan dari penjualan BKP miliknya yang dibeli konsumen yang nantinya juga dapat berfungsi sebagai kredit pajak.

Batas waktu melakukan pengkreditan pajak keluaran adalah 3 bulan setelah masa pajak berakhir sehingga PKP memiliki waktu yang leluasa untuk melakukan pengkreditan pajak.

Sebagai bukti pungutan PPN, maka PKP diharuskan untuk membuat Faktur Pajak.

PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak inilah yang merupakan Pajak Keluaran bagi PKP Penjual Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

Dalam hal PKP memperoleh BKP dan/atau JKP dan/atau memanfaatkan BKP tidak berwujud dari Luar Daerah Pabean da/atau pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean dan/atau Impor BKP, maka PPN tersebut merupakan Pajak Masukan bagi PKP tersebut.

Jumlah Pajak Keluaran dan Pajak Masukan tersebut kemudian dituangkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN.

Ketika jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan jumlah PPN yang harus disetor ke Kas Negara oleh PKP.

Apabila dalam suatu Masa Pajak, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada jumlah Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.

Namun, apabila kelebihan Pajak Masukan terjadi pada Masa Pajak akhir tahun buku, kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian (restitusi).

Baca juga: Mengetahui Perbedaan Pajak dan Retribusi Secara Mendalam

Contoh Kasus

Masa Pajak Mei 2020 Pajak Keluaran = Rp3.000.000,00
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan = Rp4.500.000,00

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dikurangi Masa Pajak Mei 2020 Pajak Keluaran  = Pajak yang lebih dibayar = Rp1.500.000,00

Pajak yang lebih dibayar tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak Juni 2020.

Masa Pajak Juni 2020
Pajak Keluaran = Rp3.000.000,00
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan =  Rp2.000.000,00

Pajak yang kurang dibayar  =  Rp1.000.000,00

Pajak yang lebih dibayar dari Masa Pajak Mei 2020 dikompensasikan ke Masa Pajak Juni 2020   =  Rp1.500.000,00
Pajak yang lebih dibayar Masa Pajak Juni 2020 =  Rp500.000,00
Pajak yang lebih dibayar tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak Juli 2020.

Baca juga: Break Even Point: Pengertian, Fungsi, Rumus dan Contoh Kasus

Kesimpulan

Itulah pembahasan pajak keluaran dan pajak masukan yang berlaku di Indonesia. Jika Anda adalah pemilik bisnis, penting untuk Anda mengetahui pengertian dan cara penghitungan pajak secara lengkap, karena nantinya ini akan berpengaruh pada laporan perpajakan usaha Anda.

Kesulitan dalam mengalola masalah perpajakan? Anda bisa mencoba menggunakan Accurate Onlline sebagai solusi pembukuan dan perpajakan secara menyeluruh.

Accurate Online adalah software akuntansi berbasis cloud yang sudah digunakan oleh lebih dari 300 ribu pengguna dari berbagai jenis bisnis.

Hanya dengan 200 ribu perbulan Anda akan mendapatkan fitur terlengkap seperti proses pembukuan mutakhir, penghitungan dan pelaporan pajak langsung dari akun Anda, pengelolaan manajemen inventori dan aset, proses rekonsiliasi otomatis, payroll, smartlink ebanking dan ecommerce, otomasi lebih dari 200 jenis laporan keuangan dan masih banyak lagi.

Tertarik? Anda bisa mencoba menggunakan Accurate Online secara gratis selama 30 hari melalui tautan pada gambar di bawah ini:

accurate 200 ribu perbulan

ekonomikeuanganbanner

Efisiensi Bisnis dengan Satu Aplikasi Praktis!

Konsultasikan kebutuhan bisnismu dengan tim kami.

Jadwalkan Konsultasi

artikel-sidebar

Ibnu
Lulusan S1 Ekonomi dan Keuangan yang menyukai dunia penulisan serta senang membagikan berbagai ilmunya tentang ekonomi, keuangan, investasi, dan perpajakan di Indonesia

Artikel Terkait