Redenominasi : Pengertian, Manfaat, Tujuan, dan Risikonya
Dalam istilah ekonomi, redenominasi bukanlah hal yang baru. Namun, masih terdengar sangat awam. Khususnya untuk mereka yang tinggal di daerah yang sangat minim akan informasi, seperti di beberapa daerah pelosok tertentu. Oleh karena itu, kita semua harus memahami pengertian dari redenominasi itu sendiri secara jelas agar tidak terjadi simpang siur yang bisa menimpublkan ketidakpahaman.
Daftar Isi
‘Redenominasi Informal’ Sudah Biasa Digunakan
Tanpa Anda sadari, sebenarnya masyrakat kita secara tidak langsung sudah mampu menerapkan redenominasi itu sendiri secara informal. Artinya, selama ini masyarakat Indonesia sudah biasa melakukan redenominasi dalam transaksi dan pencatatan keuangannya walaupun belum ada ketentuan resmi dari otoritas moneter.
Berbagai masyarakat urban juga sudah terbiasa dalam menyebut angka nominal Rupiah menjadi lebih kecil daripada yang seharusnya. Hal ini bisa kita jumpai dengan mudah di kedai kopi, minimarket, restoran, hingga pasar tradisional. Biasanya, mereka sudah menulis dan menyebut harga dagannya secara sederhana seperti sudah ada redenominasi.
Contoh sederhananya adalah menu kopi di kedai kopi yang seharga Rp 25,000 dicatat dengan harga 25 k saja. Dalam hal ini “k” memiliki arti kelipatan seribu.
Di berbagai pasar tradsionalpun kita bisa memperhatikan transaksi antar pedagang dan pembeli yang sudah mulai menyederhanakan penyebutan nominal Rupiah ketika tawar menawar. Misalnya, seorang pedagang buah yang menawarkan harga buah alpukat seharga Rp 30,000 per kg, dan pembeli menawarnya dengan menyebut 25 saja, yang artinya adalah Rp 25,000 per kg.
Sederhananya, redenominasi bisa menjadi suatu hal yang positif dan memberikan keuntungan. Namun disisi lain, bisa juga dianggap merugikan jika masyarakat yang belum teredukasi akan hal ini bisa menganggapnya sebagai sanering atau pemotongan nilai uang.
Pengertian Redenominasi
Hal paling mendasar yang harus dipahami antar redenominasi dan sanering adalah pengertian antar keduanya. Karena keduanya sangat berbeda walaupun masih terkait dengan mata uang.
Jadi, pengertian redenominasi berdasarkan wikipedia adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi tampak lebih kecil, namun tanpa mengurangi nilai tukarnya. Secara teknis, uang yang sudah mengalami redenominasi jumlah angkanya akan berkurang namun nilainya tetaplah sama.
Baca juga: Sistem Ekonomi Tradisional: Pengertian, Ciri, Contoh, Kelebihan dan Kekurangannya
Tujuan Redenominasi
Setiap negara memiliki tujuan redenominasi yang berbeda-beda. Adanya jumlah digit mata uang adalah efek dari akumulasi krisis ekonomi dan juga inflasi yang pernah terjadi di masa lalu. Tingkat kebutuhan redenominasi akan semakin tinggi jika jumlah digit mata uangnya semakin banyak.
Tapi, Indonesia kan belum bernah mengalami hiperinflasi, lantas apa tujuan dan manfaat dari diciptakannya redenominasi?
-
Pencatatan dalam Akuntansi dan Sehari-Hari Bisa Lebih Sederhana
Adanya pengurangan digit nol dalam mata uang akan lebih memudahkan dalam pencatatan akuntansi ataupun kehidupan sehari-hari. Kita semua tentu sudah paham bahwa tigi digit angka nol hampir sama sekali tidak berguna, tiga digit nol tersebut pada dasarnya hanya memperpanjang penulisan angka saja.
Oleh karena itu, jika tiga digit angka nol ini dihilangkan, maka seluruh tugas pencatatan keuangan tentunnya akan menjadi sangat sederhana, sehingga bisa meminimalisir adanya kesalahan penulisan.
-
Meningkatkan Kredibilitas dan Kesetaraan Mata Uang
Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa perbedaan nilai tukar Rupiah dengan Dolar Amerika sangatlah jauh sekali. $1 setara dengan kurang lebih Rp 14,000, $1 sama dengan 21,3 Baht Thailand dan 4,24 Ringgit Malaysia.
Adanya redenomisasi bisa memberikan kesan bahwasanya nilai tukar Rupiah sama dengan mata uang asing lainnya. Hal ini akan terkesan positif dalam pandangan perdagangan dan juga psikologi pasar.
Coba kita lirik mata uang negara Turki. Sebelum adanya redenomisasi, $1 sama dengan 1,5 juta Lira Turki. Namun setelaha adanya redenomisasi, maka $1 sama dengan 1,8 Lira. Hal ini membuat mata uang Lira terlihat lebih sejajar dengan mata uang lainnya.
Selain itu, hal ini juga bisa meningkatkan kredibilitas dan daya saing mata uang Lira di mata perdagangan internasional.
Baca juga: Ekonomi Moneter: Pengertian, Tujuan, Jenis, dan Contohnya
Lantas, Apa Bedanya Redenominasi dengan Sanering?
Sanering bertolak belakang dengan redenomisasi. Sanering adalah pemotongan nilai mata uang guna mengurangi jumlah mata uang yang saat itu sedang berdedar. Hal ini biasa digunakan saat adanya inflasi tinggi, sehingga salah satu cara instan dalam menguranginya adalah dengan melakukan sanering.
Oleh karena itu, sanering tidak bisa diartikan sebagai redenomisasi. Sederhananya, adanya sanering akan menurunkan daya beli masyarakat karena nilai mata uang tersebut ternyata berkurang, sedangkan harga akan tetap sama.
Contoh sanering adalah, misal Anda memiliki uang sebanyak Rp5,000, lalu pemerintah menurunkan nilainya menjadi Rp5 saja. Jika saat sebelumnya harga sebungkus roti adalah Rp5000, maka harga roti tersebut akan tetap sama, namun Anda harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli roti. Sehingga, daya beli masyarakat otomatis akan menurun drastis ketika diberlakukannya sanering.
Redenominasi Sudah Pernah Terjadi
Indonesia sendiri sebelumnya pernah melakukan peraturan redenomisasi pada tahun 1965 dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 27/1965.
Tapi, redenomisasi yang dilakukan pada tahun 1965 ternyata gagal karena beragam faktor, salah satunya adalah kondisi psikologis masyarakat yang belum paham sepenuhnya, sehingga inflasi yang tinggi terjadi di mana-mana. Terlebih lagi, pada saat itu juga sedang ada gejolak politik yang sangat tinggi.
Kunci sukses dari penerapan redenomisasi adalah pemahaman masyarakat sebagai pelaku ekonomi. Kebijakan pemerintah juga belum tentu memberikan efek yang diharapkan. Oleh karena itu, semuanya tergantung dari kesiapan masyarakatnya.
Tanpa adanya bentuk sosialisasi yang baik ke masyarakat, maka kebijakan redenomisasi juga akan bisa menguluang kegagalan yang sudah pernah terjadi di tahun 1965 lalu.
Baca juga: Kenapa Defisit Ekonomi itu Wajar? Bagaimana Cara Menghadapinya?
Risiko Redenominasi
Walaupun redenomisasi mampu memberikan banyak manfaat, namun risiko yang dihasilkan pun harus bisa dipertimbangkan. Jika risiko tersebut tidak mampu dipikirkan dengan baik, maka bukan hal yang tidak mungkin redenomisasi mampu memperburuk kondisi ekonomi Indonesia. Berikut ini adalah risiko diberlakukannya redenomisasi:
-
Pembulatan Harga Berujung Inflasi
Adanya pembulatan harga yang sangat berlebihan ternyata bisa menyebabkan inflasi tinggi. Apakah Anda sudah mengetahui adanya istilah money illusion? Kondisi ini bisa terjadi saat Anda melihat angka pada uang, bukan pada daya beli yang ada pada uang tersebut.
Mari kita ambil contoh, jika Anda terbiasa menghabiskan Rp15,000 untuk sekali makan, lalu adanya redenomisasi Rp15,000 berubah menjadi Rp15, maka disanalah akan terjadi money illusion.
Kenapa? Karena Anda sudah terbiasa menghabiskan makan sebanyak belasan ribu, maka saat Anda menghabiskan makan dengan harga Rp15, maka uang tersebut akan terlihat kecil dan menjadi terasa kurang berharga. Padahal, nyatanya uang Rp15 mempunyai daya beli yang sama dengan Rp15,000.
Jika dalam skala besar ilusi ini benar-benar terjadi di masyarakat, maka kita harus waspada. Adanya money illusion yang masif akan menyebabkan inflasi yang tinggi.
-
Sosialisasi dan Implementasi yang Membutuhkan Biaya Tinggi
Ketika pemerintah membuat kebijakan untuk menerapkan peraturan redenomisasi, maka pemerintah juga harus sedia menyiapkan biaya yang cukup tinggi untuk proses sosialisasi dan implementasi.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas. Masyarakat yang hidup didalamnya merupakan masyarakat yang hidup dengan kondisi geografis yang berbeda, pengetahuan pendidikan yang beragam, akses yang berbeda, serta fasilitasnya pun beda.
Masyarakat urban tentu bisa mengakses internet dengan baik, namun mereka yang tinggal di pelosok tentunya akan sulit dalam mendapatkan internet.
Pemerintah mempunyai pekerjaan rumah yang besar dalam mensosialisasikan hal ini. Selain karena banyaknya perbedaan, pemerintah juga harus menyiapkan anggaran yang tidak sedikit. Lebih dari itu, waktu yang diperlukan juga sangat banyak agar masyarakat memahami tujuan diberlakukannya redenomisasi.
Biaya yang diperlukan bukan hanya untuk sosialisasi saja, namun juga untuk proses penerapan redenomisasi. Biaya tersebut nantinya dibutuhkan untuk pencetakan uang, penyaluran uang, dan proses adendum hukum yang sudah diatur.
Untuk itu, diperlukan rencana, kesiapan, dan persiapan yang matang untuk memberlakukan kebijakan redenomisasi. Keadaan ekonomi negara pun harus sangat mendukung dalam melakukan proses ini agar bisa berjalan dengan baik.
Baca juga: Pengertian Sistem Ekonomi Pancasila dan Penerapannya
Lantas, Sudah Siapkan Kita dengan Kebijakan Redenomisasi Rupiah?
Sebagai masyarakat Indonesia yang cerdas, maka langkah pertama yang tentunya harus kita lakukan adalah memahami pengertian redenomisasi Rupiah agar nantinya tidak ikut salah paham dan khawatir nilainya menjadi berkurang.
Pada dasarnya, redenomisasi hanyalah penyederhanaan digit angka Rupiah saja. Tentunya hal ini memiliki keuntungan dalam hal pencatatan keuangan di dalam dunia akuntansi. Sehingga adanya kesalahan pun bisa lebih mudah untuk dihindari.
Namun, akan lebih mudah lagi jika Anda menggunakan software akuntansi dari Accurate Online. Kenapa? Karena dengan menggunakan Accurate Online, Anda akan lebih mudah dalam membuat dan mengecek laporan keuangan bisnis Anda dimanapun dan kapanpun. Selain itu, data laporan juga akan tersimpan dengan aman dan Anda bisa lebih mudah dalam menggunakannya.
Tertarik? Anda bisa mencoba menggunakan Accurate Online secara gratis selama 30 hari melalui tautan pada gambar di bawah ini: