PPh Final dan Tidak Final: Pengertian Lengkap dan Perbedaannya
PPh atau pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak. Maka dari itu pajak penghasilan melekat pada subjeknya dan dikenal dengan istilah pajak subjektif.
Berdasarkan sifat pemotongan atau pemungutan, jenis PPh ini menjadi 2 jenis yaitu PPh final dan PPh tidak final. Berikut adalah pengertian lengkap dan pebedaan dari sifat pemungutan pajak PPh yang ada di Indonesia.
Daftar Isi
Apa itu PPh?
Sebelum mengetahui perbedaan dari PPh final dan tidak final, ada baiknya Anda mengetahui tentang PPh secara menyeluruh.
Seperti yang telah kita bahas diatas, PPh adalah pajak yang dikenakan kepada individu wajib pajak atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun perhitungan pajak.
Sementara, cakupan pengertian penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan dengan bentuk apapun.
Ada beberapa jenis PPh yang setidaknya harus diketahui oleh wajib pajak.diantaranya adalah sebagai berikut:
1. PPh Pasal 21
Jenis pajak ini dikenakan atas segala penghasilan yang dilakukan dengan cara pemotongan pajak penghasilan melalui pemotong pajak PPh pasal 21. Atas pemotongan ini, pihak yang memperoleh penghasilan berhak mendapat bukti potong.
Contoh subjek PPh 21 adalah pegawai, bukan pegawai, penerima pensiun/ pesangon, mantan pekerja dan peserta kegiatan hingga anggota dewan komisaris.
2. PPh Pasal 22
Merupakan cicilan PPh pada tahun berjalan. Pada akhir tahun cicilan ini akan diperhitungkan menjadi kredit pajak PPh Badan maupun PPh orang pribadi. PPh Pasal 22 dikenakan kepada perdagangan barang yang dianggap menguntungkan.
3. PPh Pasal 23
Jenis pajak ini dikenakan ketika ada transaksi antara dua pihak. Maka, pihak penerima penghasilan lah yang dikenakan PPh pasal 23. Pihak pemberi penghasilan/pembeli akan memotong dan melaporkan PPh 23. Pelaporan PPh 23 dilakukan oleh pihak pemotong dengan menyampaikan SPT Masa PPh 23.
Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Contohnya adalah tarif 15% dari jumlah bruto atas dividen dan hadiah/penghargaan.
Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta, 2% atas imbalan jasa teknik dan jasa konsultan hingga tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya.
Download eBook Panduan dan Template Pembukuan Sederhana dengan Excel untuk Bisnis Kecil
4. PPh Pasal 25
PPh 25 adalah jenis pembayaran pajak penghasilan dengan sistem pembayaran angsuran. Bertujuan untuk meringankan beban wajib pajak dalam pembayaran pajak tahunan. Sanksi keterlambatan PPh 25 adalah pengenaan bunga sebesar 2% per bulan.
5. PPh Pasal 29
PPh Pasal 29 adalah PPh kurang bayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak bersangkutan dikurangi kredit PPh.
Pengertian Pajak Penghasilan Final
Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan.
Pembayaran, pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Final yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran dimuka atas PPh terutang akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya.
Pengenaan PPh secara final mengandung arti bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu dan dasar pengenaan pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh.
PPh yang dikenakan, baik yang dipotong fihak lain maupun yang disetor sendiri, bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang tetapi sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut.
Dengan demikian, penghasilan yang dikenakan PPh final ini tidak akan dihitung lagi PPh nya di SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum bersama-sama dengan penghasilan lainnya. Begitu juga, PPh yang sudah dipotong atau dibayar tersebut juga bukan merupakan kredit pajak di SPT Tahunan.
Baca juga: Mengetahui Asas Pemungutan Pajak yang Berlaku di Indonesia
Undang-undang yang mengatur PPh Final
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, Undang-undang memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan-penghasilan tertentu.
Berdasarkan ketentuan ini Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan tertentu dengan pertimbangan kesederhanaan, kemudahan, serta pengawasan.
Pengenaan PPh Final sebagian berasal dari ketentuan Pasal 4 ayat (2) ini. Namun demikian, ada juga pengenaan PPh final berdasarkan Pasal lain yaitu Pasal 15, Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 26 Undang-undang PPh.
Dengan demikian maka penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh final) ini tidak akan dihitung lagi Pajak Penghasilannya pada SPT Tahunan dengan penghasilan lain yang non final untuk dikenakan tarif progresssif (pasal 17 UU PPh). N
amun atas pelunasan pemotongan atau pembayaran PPh final tersebut juga bukan merupakan kredit pajak pada SPT Tahunan.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah:
- Penghasilan tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lain (yang non final) dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan.
- Jumlah PPh Final yang telah dipotong pihak lain ataupun dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan pada SPT Tahunan.
- Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan PPh-nya bersifat fina danl tidak dapat dikurangkan
Baca juga: Mengetahui Perbedaan Pajak dan Retribusi Secara Mendalam
Objek Pajak PPh Final
- PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.
- PPh atas Bunga Obligasi.
- PPh atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN).
- PPh atas Hadiah Undian.
- PPh atas Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek.
- PPh atas Penghasilan Perusahaan Modal Ventura dari Transaksi Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal pada Perusahaan Pasangan Usahanya.
- PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
- PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Real Estate dalam Skema Kontrak Investasi.
- PPh atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.
- PPh atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.
- PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri.
- PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri.
- PPh atas Penghasilan Wajib Pajak Luar Negeri yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia.
- PPh atas Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap.
Baca juga: Pengertian PJAP dan Hubungannya dengan Reformasi Sistem Perpajakan Indonesia
Pengertian Pajak Penghasilan Tidak Final
Berbeda dengan PPh final, sistem pemungutan pajak ini tidak akan memotong suatu penghasilan saat itu juga. Wajib pajak akan dianggap belum melunasi kewajiban perpajakan sebelum melaporkan pajak. Sehingga, transaksi baru akan dianggap lunas apabila perhitungan dan pelaporan pajak di akhir tahun telah selesai.
Objek Pajak PPh Tidak Final
- Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh.
- Hadiah dari pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
- Laba usaha.
- Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
- Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
- Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
- Dividen.
- Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
- Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
- Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
- Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan Peraturan Pemerintah.
- Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
- Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
- Premi asuransi.
- Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
- Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
- Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
- Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
- Surplus Bank Indonesia.
Baca juga: 10 Tips Efektif dalam Mengelola Keuangan Bisnis yang Optimal
Perbedaan PPh Final dan Tidak Final
1. Berdasarkan Sistem Hitung
Untuk perbedaan yang pertama dapat dilihat dari adanya perbedaan dari sistem penghitungan. Di mana untuk PPh final akan dihitung dengan secara langsung. Penghitungan secara langsung tersebut dijadikan sebagai satu kesatuan namun tidak dikaitkan dengan perhitungan penghasilan yang lain. Sementara untuk perhitungan PPh non final dihitung secara tidak langsung.
Perhitungan dari PPh non final ini dapat dihitung dari penghasilan bruto. Kemudian penghasilan bruto tersebut nantinya akan ditambah dengan biaya lain.
Untuk biaya lain ini dapat berupa biaya perolehan, pemeliharaan, dan juga biaya tagihan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika penghasilan yang didapat dikenakan PPh final maka tidak perlu untuk dihitung kembali.
Baca juga: Apa itu ROI? Berikut Pengertian Lengkap dan Cara Menghitungnya
2. Tarif
Selanjutnya dapat dilihat dari tarif yang dikenakan untuk setiap penghasilan yang dikenakan. Di mana tarif yang dikenakan untuk kedua jenis PPh ini tentunya sangat berbeda. Meskipun begitu tarif untuk PPh ini tentunya berasal dari peraturan yang ada. Karena tarif tersebut memang sudah diatur terlebih dahulu oleh pemerintah sebelum memberikan kesepakatan tari yang berlaku.
Adapun peraturan yang dijadikan dasar dalam menentukan tarif PPh final ini adalah berdasarkan pasal 4 ayat 2. Di mana pasal tersebut mengenakan biaya tarif untuk bunga deposito sebesar 20 %. Namun untuk penghasilan dari undian hadiah tarif dikenakan sebesar 25 %. Berbeda halnya dengan tarif yang dikenakan dengan PPh non final yang berdasarkan dengan Peraturan Presiden.
Baca juga: Pengertian Pajak Pribadi dan Cara Lapor Pajak Pribadi Secara Online
3. Waktu Penyetoran
Perbedaan pajak penghasilan final dan pajak penghasilan non final juga dapat dilihat dari waktu penyetoran. Di mana waktu penyetoran untuk PPh final dapat dilihat dari jumlah pajak yang dipotong. Pemotongan tersebut dapat dilakukan oleh pihak lain yang bersangkutan maupun dari setoran yang dibayar sendiri. Kemudian nantinya akan di kredit pada saat SPT Tahunan.
Berbeda halnya dengan pajak penghasilan non final yang lebih mengutamakan suatu kewajiban. Setelah mengutamakan kewajiban selanjutnya bisa dibayar tunai pada saat melakukan penyetoran yang akan dilaporkan kepada SPT Tahunan.
Pembayaran dapat dikatakan lunas apabila seseorang sudah melakukan perhitungan pajak yang dihitung pada waktu akhir tahun.
Baca juga: Apa itu Laporan Laba Rugi dan Bagaimana Cara Membuatnya?
Kesimpulan
Itulah pembahasan lengkap dan perbedaan antara PPh Final dan tidak final. Jika Anda adalah seorang pemilik bisnis, sangat penting untuk Anda menghitung besaran PPh pada usaha Anda dan juga karyawan Anda setiap tahun.
Kelola sistem perpajakan bisnis dengan cepat, mudah dan akurat menggunakan software akuntansi yang memiliki fitur perpajakan terlengkap seperti Accurate Online.
Accurate Online adalah software akuntansi berbasis cloud yang sudah dikembangkan sejak 20 tahun lalu dan memiliki fitur terbaik dan sesuai dengan kebutuhan bisnis di Indonesia.
Dengan menggunakan Accurate Online, Anda tidak hanya akan mendapatkan fitur pembukuan namun juga solusi pengelolaan pajak seperti E-filing, E-Billing, E-faktur dan masih banyak lagi.
Jadi untuk apa menggunakan aplikasi perpajakan lainnya jika Accurate sudah menyediakan fitur perpepajakan lengkap dengan proses pembukuan yang mudah?
Tertarik? Anda bisa mencoba menggunakan Accurate Online secara gratis selama 30 hari melalui tautan pada gambar di bawah ini: