Apa Itu PPS Pajak dan Bagaimana Cara Mengikuti Programnya
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak melakukan berbagai upaya dan kebijakan untuk menanamkan kesadaran pajak pada masyarakat. Salah satu upaya tersebut berupa Program Pengungkapan Sukarela atau biasa disingkat dengan PPS. Apa itu PPS?
Sesuai namanya, PPS adalah program yang memberi kesempatan bagi Wajib Pajak untuk melaporkan secara sukarela kewajiban perpajakannya yang belum dipenuhi. Program ini dapat membebaskan Wajib Pajak dari sanksi administratif dan memberi mereka perlindungan terkait data harta yang diungkapkan melalui surat pemberitahuan harga bersih (SPPH).
Lantas, bagaimana cara untuk bisa mengikuti Program Pengungkapan Sukarela ini? Artikel berikut ini akan menguraikan syarat dan tata cara mengikuti PPS, beserta skema kebijakan dan tarif pengenaannya. Namun sebelum itu, mari pahami lebih lanjut mengenai apa itu PPS.
Daftar Isi
Apa Itu PPS?
Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Voluntary Disclosure Program (VDP) adalah sebuah program yang dibuat oleh pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan dan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Program ini dijalankan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, dan kemanfaatan yang ditujukan untuk mewujudkan perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak.
PPS mendorong dan memberi kesempatan kepada Wajib Pajak untuk secara sukarela melaporkan kewajiban perpajakannya yang belum dipenuhi. Artinya, apabila ada aset atau harta kekayaan yang sebenarnya masuk dalam kewajiban perpajakan seorang Wajib Pajak namun belum dilaporkan dan dipenuhi, maka ia bisa melaporkannya langsung kepada negara.
Selain mendorong kepatuhan Wajib Pajak, apa itu PPS juga hadir sebagai jawaban atas permasalahan terkait belum dilaporkannya kepemilikan harta, baik harta dalam negeri maupun luar negeri, yang dimiliki oleh Wajib Pajak dan tidak dicantumkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilannya.
Apa itu PPS juga memberi manfaat bagi Wajib Pajak berupa dibebaskannya ia dari sanksi administratif. Data yang diungkapkan dalam Surat Pemberitahuan Harta Bersih (SPPH) juga tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak.
Program Pengungkapan Sukarela diatur dalam Pasal 5 hingga Pasal 12 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 29 Oktober 2021.
Kemudian, dua bulan setelah UU tersebut disahkan, tepatnya pada 23 Desember 2022, pemerintah menetapkan aturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.
Baca juga: Pajak Perdagangan Internasional yang Diberlakukan di Indonesia
Skema dan Tarif PPS
Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela dijalankan dengan dua skema kebijakan dan pengenaan tarif yang berbeda.
1. Kebijakan I
Skema kebijakan I diperuntukkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan untuk mengungkapkan harta miliknya yang diperoleh dari 1 Januari 1985 hingga 31 Desember 2015, yang kurang atau belum diungkapkannya ketika mengikuti tax amnesty atau pengampunan pajak.
Pengenaan tarif Pajak Penghasilan Final (PPh Final) pada PPS skema satu ini adalah:
- 11% untuk aset atau harta yang berada di luar negeri dan tidak direpatriasikan (dikembalikan) ke dalam negeri.
- 8% untuk aset atau harta yang dimiliki di luar negeri namun akan dikembalikan ke dalam negeri, termasuk harta yang berada di dalam negeri.
- 6% untuk aset atau harta yang dimiliki di luar negeri namun akan dikembalikan ke dalam negeri, termasuk harta yang berada di dalam negeri. Namun, harta tersebut akan diinvestasikan ke dalam Surat Berharga Negara (SBN), hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA), atau energi terbarukan.
2. Kebijakan II
Skema kebijakan II pada PPS hanya dapat diikuti oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang dimaksudkan untuk proses pembayaran Pajak Penghasilan (PPh). Basis pengungkapan hartanya ialah harta yang diperoleh pada 2016 hingga 2020 yang belum terlaporkan pada SPT Tahunan.
Untuk dapat mengikuti skema ini, Wajib Pajak Pribadi bukanlah yang sedang dalam proses penyidikan, peradilan, ataupun pemeriksaan bukti permulaan tahun pajak 2016-2020, serta bukan merupakan bagian tindak pidana di bidang perpajakan.
Besaran tarif Pajak Penghasilan Final (PPh Final) pada PPS skema dua ini adalah:
- 18% untuk aset atau harta yang berada di luar negeri dan tidak direpatriasikan ke dalam negeri.
- 14% untuk aset atau harta yang dimiliki di luar negeri namun akan dikembalikan ke dalam negeri, termasuk harta yang berada di dalam negeri.
- 12% untuk aset atau harta yang dimiliki di luar negeri namun akan dikembalikan ke dalam negeri, termasuk harta yang berada di dalam negeri. Namun, harta tersebut akan diinvestasikan ke dalam Surat Berharga Negara (SBN), hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA), atau energi terbarukan.
Baca juga: Pengertian dan Perlakuan Pajak yang Dikenakan atas Hubungan Istimewa dalam Pajak
Syarat dan Cara Mengikuti PPS
Setelah mengetahui apa itu PPS dan bagaimana skema kebijakan di dalamnya, kali ini mari ketahui cara mengikuti Program Pengungkapan Sukarela beserta syarat yang harus dipenuhi.
Pertama, Wajib Pajak perlu mengetahui aset kekayaan yang ingin diungkapkannya, apakah termasuk dalam skema kebijakan I atau skema kebijakan II. Selanjutnya, pengungkapan dilakukan melalui Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang juga dilengkapi dengan beberapa dokumen pendukung, seperti SPPH induk, bukti pembayaran PPh Final, daftar hutang, pernyataan repatriasi dan/atau investasi, hingga daftar rincian harta bersih.
Apabila Wajib Pajak belum mengikuti tax amnesty sebelumnya, Wajib Pajak perlu melampirkan dokumen tambahan lain, seperti surat permohonan pencabutan banding, gugatan, atau peninjauan kembali (PK).
Baca juga: PNBP adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak, Apa Saja Jenisnya?
Penutup
Demikianlah penjelasan mengenai apa itu PPS, skema dan tarif pengenaannya, beserta syarat dan tata cara untuk bisa mengikuti pelaksanaannya. Bagi pemerintah, Program Pengungkapan Sukarela membantu meningkatkan penerimaan negara dan kepatuhan masyarakat terhadap kewajiban perpajakan.
Bagi Wajib Pajak, PPS memberi kesempatan untuk mengungkap atau melaporkan kewajiban perpajakannya yang belum dipenuhi sehingga dapat terhindar dari sanksi administrasi ataupun pidana.
Adapun bagi Anda yang mengalami kesulitan dalam menghitung ataupun mengelola anggaran untuk pajak, Anda bisa menggunakan aplikasi bisnis dan akuntansi berbasis cloud seperti Accurate Online. Software ini menyediakan fitur kepengurusan pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan e-Faktur.
Accurate Online juga menyediakan lebih dari 200 jenis laporan keuangan dan bisnis yang dapat mempermudah proses pembukuan keuangan. Berbagai fitur di dalamnya pun mudah untuk digunakan dan bisa diakses kapan saja serta di mana saja.
Jika tertarik untuk menggunakannya, silahkan klik banner di bawah ini dan nikmati Accurate Online secara gratis selama 30 hari.