Mengenal Lebih Dalam Tentang Ekonomi Sirkular
Beberapa waktu yang lalu, pemerintah Indonesia telah melakukan suatu target strategis untuk mengurangi tumpukan jumlah sampah palstik yang masuk ke lautan sebesar 70% di tahun 2025. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menerapkan ekonomi sirkular. Lantas, apakah Anda sudah mengenal ekonomi sirkular? Begini penjelasan lengkapnya tentang ekonomi sirkular.
Daftar Isi
Pengertian Ekonomi Sirkular
Konsep ekonomi sirkular yang memiliki prinsip produksi, gunakan, dan buang, jelas berbeda dengan konsep ekonomi linear yang memiliki prinsip beli, gunakan dan buang. Ekonomi sirkular memiliki tujuan yang baik dalam mengembalikan pertumbuhan ekonomi. Namun, perlu dilakukan secara bertahap dengan memisahkan kegiatan ekonomi dari sumber daya yang terbatas dan merancang limbah dari sistem tersebut.
Selain itu, ekonomi sirkular juga didasarkan atas tiga prisnsip utama, yaitu perancagan limbah, polusi, penyimpanan produk dan bahan yang akan atau telah digunakan, serta meregenerasi sistem secara alami. Nagara di Eropa yang sudah berhasil menerapkan ekonomi sirkular ini adalah negara Denmark.
Dalam ekonomi sirkular, kegiatan ekonomi dilakukan dengan membangun dan meningkatakn sistem secara menyeluruh. Konsep ini akan cenderung mengakui akan pentingnya ekonomi pada seluruh skala bisnis, baik itu bisnis besar, kecil, organisasi, individiu, global ataupun lokal secara penuh
Adanya perubahan pada ekonomi sirkular ini tidak hanya harus melakukan penyesuaian dengan mengurangi dampak negatif pada ekonomi linear. Sebaliknya, ekonomi sirkular justru melakukan perubahan secara sistemik dengan membangun ketahanan dalam jangka waktu yang panjang, menghasilkan bisnis dan ekonom, serta memberikan manfaat yang positif, baik pada lingkungan ataupun sosial.
Dengan adanya kemajuan sepert saat ini, teknologi digital akan memiliki peranan yang aktif dalam mendukung transisi ekonomi dari ekonomi linear ke ekonomi sirkular. Hal ini bisa dilakukan dengan cara virtual melalui peningkatan virtualisasi, de-materialisasi, transparansi, dan intelijensi yang didukung dengan feedback.
Secara umum, ekonomi sirkular memang baru masuk dalam wacana. Walaupun teori dan buku sistem ekonomi linear ini sudah cukup lama diterbitkan oleh para pakar ekonom. Namun, pengakuannya dalam dunia internasional baru diakui setelah PBB mengeluarkan buku yang berjudul The Future We Want di tahun 2012.
Setelah itu, lembaga di bawah PBB, UNEP, lantas mengeluarkan dokumen dengan judul The Financial System We Need tiga tahun berikutnya. Pada dokumen tersebut ini terdapat pengakuan bahwa sistem keuangan yang selama ini terjadi memang kebalikannya dari sistem ekonomi sirkular, dan butuh waktu yang lama dalam merubahnya.
Risiko Ekonomi Linear bagi Perusahaan dan Investor
Jika sistem ekomoni sirkular baru mendapatkan tempatnya secara global, maka tidak heran jika banyak bank dan perusahaan investasi yang belum siap untuk terlalu jauh menerapkan ekonomi sirkular. Padalah, menurut para pakar ekonomi, sifat ekonomi linear pada dasarnya terlalu berisiko untuk industri keuangan. Sifat ini sepertinya belum terlalu terlihat jelas karena belum dihitung dan dikomunikasikan secara tepat.
Contohnya,  internalisasi eksternalitas – yang mana perusahaan memasukkan seluruh biaya ekonomi, sosial dan lingkungan dari produknya ke dalam harga – maka disana telah benar-benar terjadi secara normal di sepanjang nilai rantai industri. Seperti yang terjadi saat pemerintah pada suatu negara mengharuskan adanya extended producer responsibility, maka pada saat itu banyak bank dan investor yang menyimpan uangnya pada projek linear.
Perubahan kebijakan tentang bagaimana sampah dikelola oleh suatu negara saja bahkan bisa berisiko besar bagi negara lain yang selama ini mengekspor sampahnya pada negara tersebut.
Baca juga:Â Tinggalkan Mitos Tentang Keuangan ini Sekarang Juga!
Peluang Bisnis Ekonomi Sirkular
Disisi lain, saat ini proses perubahan ekonomi linear menuju ekomoni sirkular sedang terjadi secara cepat pada berbagai negara Eropa. Negara Jepang dan Tiongkok jelas memiliki peluang yang besar dalam industri keuangannya.
Mari kita ambil contoh pada sisi Stock Management, berbagai aktivitas yang masuk pada kategori collecting, sharing, maintaining, redistributing, remanufacturing, dan recycling harus dilakukan dengan memanfaatkan beragam teknologi dan model bisnis yang baru. Teknologi dan model bisnis lama yang linear sudah tidak perlu lagi dipertahankan jika suatu negara ingin sungguh-sungguh mencapai ekonomi sirkular.
Karena berbagai negara di dunia saat ini baru mencapai 9,1% dalam mencapai ekonomi sirkular, seperti yang dikutip dari laporan The Circularity Gap Report: Closing the Circularity Gap in a 9% World (Circle Economy, 2019), maka peluang bisnis baru untuk mentransformasikan 90,9% ekonomi di seluruh penjuru dunia masih terbuka sangat luas.
Di negara Indonesia sendiri, proporsi ekonomi sirkular masih jauh dibawah 9%, sehingga peluang bisnisnya masih terbuka lebar.
Berdasarkan laporan terbaru yang publikasikan oleh The Recycling Partnership, The Bridge to Circularity: Putting the New Plastics Economy into Practice in the U.S., penanganan limbah plastik yang dilakukan pada negara Amerika Serikat sendiri telah mampu menarik $55 juta, dan ini membuka peluang pembiayaan sekitar $500 juta dalam kurun waktu dekat. (Kersten-Johnson, et al., 2019).
Sedangkan menurut laporan (Jambeck, et al., 2015), Indonesia terkenal sebagai negara penghasil limbah plastik terbesar nomor 2 di dunia. Peluang bisnis dalam hal penanganan limbah plastik tentunya merupakan hal yang luar biasa.
Baca Juga:Â Kenapa Defisit Ekonomi itu Wajar? Bagaimana Menghadapinya?
Empat Model Bisnis Sirkular dan Pembiayaannya
European Investment Bank (EIB) telah menganalisa dan juga mengidentifikasi tentang bagaimana cara meraih peluang bisnis dari segi ekonomi sirkular, dan hal ini tampaknya merupakan upaya yang sangat komprehensif hingga saat ini.
EIB memanfaatkan teori yang dikeluarkan oleh The Value Hill Business Model Tool yang dikembangkan oleh Achterberg, et al. (2016) untuk membedakan model bisnis ekonomi sirkular yang dibagi menjadi Model Desain Sirkular (Circular Design Models), Model Pemanfaatan Optimal (Optimal Use Models), Model Pemulihan Nilai (Value Recovery Models), dan Model Dukungan Sirkular (Circular Support Models).
Menurut EIB, masing-masing dari model ini mempunyai risiko dan peluang pembiayaan tersendiri yang berbeda (EIB, 2018).
Model Desain Sirkular akan lebih menitik beratkan pada pengembangan produk dan juga proses yang ada atau baru memulai suatu upaya memaksimalkan sirkulitas. Risiko yang berkaitan dengan pembiayaan inovasi tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal pembiayaan proyek inovasi atau penelitian, pengembangan, ataupun inovasi lainnya.
Disisi lain, model pemanfaatan optimal memiliki tujuan langsung dalam hal meningkatkan nilai dan penggunaan suatu produk selama masa penggunaanya. Model bisnis seperti ini biasanya akan mempertahankan kepemilikan pada produsen. Dalam hal ini, mereka biasanya menjual jasa, bukan produk.
Model ini memiliki suatu implikasi keuangan yang berasal dari sifat arus kas yang cenderung berubah dengan meningkatnya model kerja untuk para kliennya yang dibayar dimuka, perpanjangan neraca, dan evaluasi ulang nilai residu. Risiko seperti ini memang nampak sulit untuk dinilai, dan cenderung mampu mempersulit pembiayaan.
Baca juga: Pengertian Kebijakan Moneter, Sejarah, Tujuan, Instrumen dan Jenisnya
Bagaimana dengan Indonesia?
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pada dasarnya ekonomi sirkular merupakan suatu paradigma yang benar-benar sesuai untuk diterapkan. Jika ekonomi linear terus dipertahankan, maka akan mampu menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi para pemangku kepentingan di Indonesia.
Dalam jangka waktu pendek memang akan terlihat sangat menguntungkan, namun dalam jangka waktu yang panjang akan terasa merugikan. Kondisi ini secara emosional sebenarnya sudah diketahui.
Konseskuensi yang akan diterima oleh berbagai lembaga keuangan diIndonesia adalah mereka harus segara mempelajari dengan seksama tentang risiko ekonomi linear itu, lalu menerapkannya ke dalam perhitungan pembiayaan agar bisa benar-benar mencerminkan realitas.
Pada saat yang sama, mereka juga harus mempelajari tentang ekonomi sirkular dan beragam potensi bisnis yang ada dibawahnya untuk selanjutnya mampu membuat kebijakan dalam hal pembiayaan yang sesuai.
Semakin cepat seluruh bank dan investor di Indonesia mempelajari ekonomi sirkular, maka akan semakin cepat juga tingkat keberhasilan itu bisa dicapai. Selain itu, para lembaga jasa keuangan juga akan mampu memperoleh profit ekonomi yang bagus karena proses tersebut.
Jadi, sudah saatnya ekonomi sirkular ini membawa dampak positif bagi para pemangku kepentingan di negeri ini, termasuk kepada industri keuangan melalui penerapan produk keuangan berkelanjutan agar bisa membiayai produksi dan pembelian produk ekonomi sirkular.
Baca juga: Crowdfunding: Tujuan, Jenis dan Manfaatnya Pada Ekonomi Bisnis
Kesimpulan
Pada akhirnya, ekonomi sirkular memang sudah saatnya diterapkan pada di negara ini demi mempertahankan keadaan ekonomi yang tidak menentu. Bagi Anda para pebisnis, hal ini tentunya akan mampu meningkatkan profit Anda. Jadi, pelajarilah lebih dalam tentang ekonomi sirkular ini.
Namun, jika Anda tidak ada waktu dalam mempelajari ekononi sirkular secara mendalam karena harus mengatur sistem perencanaan keuangan dan masalah akuntansi lainnya. Maka Anda bisa menggunakan software akuntansi dari Accurate Online.
Aplikasi ini akan memudahkan Anda dalam mengurus segala hal yang menyangkut akuntansi perusahaan Anda secara lebih mudah dan cepat. Sehingga, Anda bisa fokus mempelajari ekonomi sirkular. Tertarik? Anda bisa mencoba menggunakan Accurate Online secara gratis selama 30 hari melalui tautan pada gambar di bawah ini: