PPh Pasal 21: Pengertian, Tarif, dan Cara Penghitungannya
PPh pasal 21 sering dibebankan kepada mereka yang memiliki penghasilan dari aktivitas usahanya atau dari profesinya di Indonesia. Pajak ini dibebankan kepada penghasilan yang didapat oleh karyawan pada suatu perusahaan. Hal tersebut agar setiap penghasilan yang diterima masuk ke dalam kas negara.
Pemerintah mengatur pajak penghasilan ini dengan tujuan agar setiap wajib pajak yang memperoleh penghasilan turut serta untuk membayar pajak. Sebagaimana telah menjadi kewajiban setiap warga negara. Dengan demikian, mereka dapat menuntaskan kewajibannya.
Pajak bersifat mengikat dan memaksa. Oleh sebab itu, Pemerintah itu sendiri memberikan keterikatan dalam bentuk PPh pasal 21 kepada setiap warga negara yang memiliki profesi yang memperoleh gaji, penghasilan, tunjangan, honorarium, serta uang jasa agar negara memperoleh pemasukan.
Daftar Isi
Apa Itu PPh Pasal 21?
PPh pasal 21 merupakan pajak yang diatur oleh pemerintah kepada setiap karyawan atau buruh yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan yang dilakukannya. Pajak penghasilan ini diatur dalam Pasal 21 tentang perpajakan penghasilan.
Tidak hanya sebatas karyawan, seseorang yang mengikuti aktivitas kegiatan perlombaan, kepanitiaan, dan peserta rapat, serta mendapat honorarium atas kegiatannya tersebut turut serta dipotong pajak dengan PPh pasal 21.
Wajib pajak yang dikategorikan ke dalamnya yaitu meliputi pegawai, penerima uang pesangon, pensiunan, JHT dan ahli warisnya, serta profesi yang memberikan jasa seperti dokter, guru, pengacara, akuntan, notaris, konsultan, dan aktuaris.
Baca juga: Fraud Triangle Adalah Hal Penting dalam Bisnis. Mari Ketahui Lebih Jauh
Dasar Hukum PPh 21
Pengenaan PPh pasal 21 berdasarkan kepada peraturan pemerintah dari Direktorat Jenderal Pajak yang bernomor PER-32/PJ/2015 yang mengatur tentang pembebanan penghasilan kena pajak atas semua profesi yang dilakukannya.
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 dan Undang-Undang lainnya yang mengatur tentang pajak penghasilan yang harus dibebankan kepada setiap warga negara Indonesia yang memiliki penghasilan atas profesinya.
Dasar hukum yang mengatur PPh pasal 21 ini pun diperkuat dengan adanya keputusan menteri keuangan No. 101/PMK.010/2016 dan No. 102/PMK. 010/2016 yang mengatur dasar-dasar pengenaan hukum penghasilan yang wajib dipotong pajak.
Baca juga: Konsultan Perpajakan: Pengertian, Layanan dan Manfaatnya
Besaran Tarif PPh 21
Tarif PPh pasal 21 yang dibebankan kepada setiap wajib pajak dipresentasikan berbeda-beda sesuai dengan besaran penghasilan yang diterima oleh wajib pajak tersebut. Adapun besaran tarifnya sebagai berikut:
1. Rp50.000.000 – Rp250.000.000
Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan tahunan di atas Rp50.000.000,- hingga mencapai Rp250.000.000,- adalah sebesar 15% sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Perpajakan.
2. Rp250.000.000 – Rp500.000.000
Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan tahunan di atas Rp250.000.000,- hingga mencapai Rp500.000.000,- maka akan dikenakan tarif pajak sebesar 25%, sebagaimana yang telah diatur oleh Undang-Undang perpajakan.
Baca juga: Apa Itu Pajak Pertambahan Nilai? Mari Ketahui Secara Terperinci
Cara Perhitungan PPh 21
Untuk menghitung PPh pasal 21 maka akan diberikan beberapa contoh soal agar bisa memahaminya dengan benar, dan tidak salah dalam menentukan besaran tarif pajak yang harus dibayar. Karena pada dasarnya metode perhitungannya terdapat 3 metode. Berikut ini adalah contoh soal perhitungan PPh 21 yaitu:
Metode Gaji Kotor Tanpa Tunjangan Pajak (Gross)
Setiap perusahaan memiliki metode yang berbeda dalam dasar penentuan pajak, salah satunya dengan metode gross yang diterapkan pada karyawan yang diberikan kewajiban PPh 21 dari penghasilan yang diterimanya, dengan kata lain, harus menanggung sendiri.
Ardi dan Anto sama-sama bekerja di perusahaan Langit Biru. Mereka memiliki penghasilan yang sama, yaitu sebesar Rp10 juta per bulan tanpa tunjangan tambahan.
Ardi dan Anto sama-sama diharuskan membayar iuran pensiun sebesar Rp500ribu per bulan yang langsung dipotong dari gaji.
Perbedaan antara keduanya adalah Ardi sudah menikah dan memiliki dua orang anak, sementara Anto belum menikah.
Dari penjelasan tersebut,maka perhitungan pajak Ardi dan Anto adalah sebagai berikut:
1. Anto (Belum Kawin/ TK)
Diketahui Penghasilan kotor Anto = 120 juta per tahun
Penghasilan bersih = penghasilan kotor dikurangi iuran tahunan
Maka perhitungan penghasilan bersih = 120.000.000 – (500.000 x 12 bulan) = Rp114. 000.000/ tahun
PTKP TK = Rp54 juta per tahun
Penghasilan kena pajak = penghasilan bersih – PTKP
Penghasilan kena pajak = 114. 000.000 – 54.000.000 = Rp60 juta
Tarif PPh 21 untuk penghasilan Rp63 juta adalah 15 persen, dengan rincian:
– 5%x Rp50.000.000 = Rp2,5 juta
– 15% x Rp10. 000.000 = Rp1,5 juta
Total pajak penghasilan adalah Rp2,5 juta + Rp1,95 juta = Rp4juta per tahun atau Rp333.333 per bulan.
2. Ardi (Status Kawin dengan Dua Anak/K2)
Diketahui Penghasilan kotor Ardi= 120 juta per tahun
Penghasilan bersih = penghasilan kotor dikurangi iuran tahunan.
Perhitungan Penghasilan bersih = 120.000.000 – (500.000 x 12 bulan) = Rp114juta
PTKP K2 = Rp67,5 juta per tahun
Penghasilan kena pajak = penghasilan bersih – PTKP
Penghasilan kena pajak = 114.000.000 – 67.500.000 = Rp46,5 juta
Tarif PPh 21 untuk penghasilan Rp46,5 juta adalah 5 persen. Rinciannya:
Pajak penghasilan = penghasilan kena pajak x tarif PPh 21
Pajak penghasilan = 46.500.000 x 5% = Rp2,325.000 per tahun atau Rp193.750 per bulan.
Dari kedua contoh di atas, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara besarnya pembayaran pajak yang harus dibayar oleh Ardi dan Anto, karena mereka memiliki perbedaan status pernikahan. Dengan demikian, cara perhitungan penghasilan kena pajak pun akan berbeda sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Baca juga: PPh 26 : Pengertian Lengkap dan Cara Penghitungannya
Metode Net (Gaji Bersih dengan Pajak Ditanggung)
Masih menggunakan contoh soal dari metode 1, maka perhitungannya adalah:
1. Anto (belum kawin/ TK)
Diketahui Penghasilan kotor Anto = 120 juta per tahun
Penghasilan bersih = penghasilan kotor dikurangi iuran tahunan
Maka perhitungan penghasilan bersih = 120.000.000 – (500.000 x 12 bulan) = Rp114. 000.000/ tahun
PTKP TK = Rp54 juta per tahun
Penghasilan kena pajak = penghasilan bersih – PTKP
Penghasilan kena pajak = 114. 000.000 – 54.000.000 = Rp60 juta
Tarif PPh 21 untuk penghasilan Rp63 juta adalah 15 persen, dengan rincian:
– 5%x Rp50.000.000 = Rp2,5 juta
– 15% x Rp10. 000.000 = Rp1,5 juta
Total pajak penghasilan adalah Rp2,5 juta + Rp1,95 juta = Rp4 juta per tahun atau Rp333.333 per bulan.
Baca juga: Apa Itu Restrukturisasi Kredit? Ini Pengertian, Manfaat, dan Contohnya
2. Ardi (status kawin dengan dua anak/ K2)
Diketahui Penghasilan kotor Ardi= 120 juta per tahun
Maka Penghasilan bersih Ardi = penghasilan kotor Ardi dikurangi iuran tahunan.
Jadi Perhitungan Penghasilan bersihnya= 120.000.000 – (500.000 x 12 bulan) = Rp114 juta
PTKP K2 = Rp67,5 juta per tahun
Penghasilan kena pajak = penghasilan bersih – PTKP
Penghasilan kena pajak = 114.000.000 – 67.500.000 = Rp 46,5 juta
Tarif PPh 21 untuk penghasilan Rp46,5 juta adalah 5 persen. Rinciannya:
Pajak penghasilan = penghasilan kena pajak x tarif PPh 21
Pajak penghasilan = 46.500.000 x 5% = Rp2.325.000per tahun atau Rp193.750 per bulan.
Gaji pokok Ardi dan Anto : Rp10.000.000/bulan atau Rp120.000.000/tahun
Total gaji bruto Ardi dan Anto : Rp20.000.000
Tarif PPh 21: 15%
Pajak yang ditanggung perusahaan untuk Ardi dan Anto : Rp4.000.000/tahun+Rp2.325.000/tahun =Rp6.325.000/tahun Gaji bersih (take home pay): Rp 10.000.000/bulan
Download eBook Panduan dan Template Pembukuan Sederhana dengan Excel untuk Bisnis Kecil
Metode Gross-Up yaitu Gaji Bersih dengan Tunjangan Pajak
Berdasarkan contoh soal sebelumnya
Diketahui:
Gaji bruto Ardi: Rp10.000.000
Gaji bruto Anto: Rp10.000.000
Tunjangan Pajak Ardi: Rp2. 325.000
Tunjangan Pajak Anto: Rp4. 000.000
Gaji Kotor yang diperoleh Ardi = gaji pokok ditambah tunjangan pajak= Rp10.000.000 + Rp2.325.000 = Rp12.325.000
Gaji Kotor Anto = Gaji Pokok ditambah tunjangan pajak = Rp10.000.000 + Rp4.000.000 = Rp14.000.000
Besarnya tunjangan antara Ardi dan Anto tentunya akan berbeda karena status pernikahan mereka pun berbeda. Sesuai dengan perhitungan yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dasar pengenaan pajak dari penghasilan kena pajak dengan status pernikahan tentunya akan berbeda.
Baca juga: Peran Akuntansi dalam Lingkup yang Lebih Luas
Kesimpulan
Setiap profesi yang mendapatkan penghasilan di Indonesia, akan dikenakan PPh pasal 21. Hal tersebut sebagai bentuk kepatuhan warga negara sebagai wajib pajak yang diatur oleh dasar hukum pengenaan pajak penghasilan. Semua penghasilan profesi akan dipotong oleh perusahaan dimana dia bekerja agar tidak menjadi pajak terhutang.
Bagi Anda pemiliki usaha, tentu penghitungan pajak karyawan dan pajak badan usaha tidak bisa dianggap remeh. Terlebih dengan diberlakukannya sangsi dan hukuman dari Negara bagi perusahaan yang tidak taat dalam membayar dan pelaporan pajak, hal ini akan berdampak pada operasi bisnis secara keseluruhan.
Penghitungan pajak yang baik dan faktual berasal dari proses pembukuan yang benar dan sesuai standar. Jika Anda adalah pemilik bisnis, ada baiknyan Anda menggunakan software akuntansi yang memilki fitur yang sesuai kebutuhan bisnis dan memiliki fitur perpajakan yang lengkap. Salah satunya Accurate Online.
Accurate Online adalah software akuntansi yang telah dipercaya oleh lebih dari 300 ribu pengguna dari berbagai jenis bisnis di Indonesia dan telah meraih Top Brand Award sejak tahun 2016 sampai saat ini sebagai software terbaik.
Tidak hanya memilkik fitur terlengkap dan sesuai standar akuntansi Indonesia, Accurate Online juga memiliki fitur penghitungan dan pelaporan pajak terlengkap. Dengan menggunakan Accurate Online, Anda bisa langsung melakukan pelaporan pajak badan usaha langsung melalui akun Accurate Online Anda. Untuk mengenal lebih jauh fitur ini, Anda bisa membacanya melalui artikel ini.
Jadi apalagi yang Anda tunggu? Anda bisa mencoba menggunakan Accurate Online secara gratis selama 30 hari melalui tautan pada gambar di bawah ini: