Secara garis besar, ada tiga sumber pendapatan negara, salah satunya adalah pajak.
Pajak merupakan iuran yang dibayarkan oleh masyarakat untuk kepentingan umum serta pembangunan negara, baik sarana prasarana maupun infrastruktur.
Pajak bersifat wajib dan memaksa, artinya seseorang tidak dapat menolak membayar pajak. Walaupun begitu, pajak yang dikenakan memiliki aturan hukum yang sah.
Ada undang-undang yang mengatur besarannya, cara perhitungan, hingga objek apa saja yang dikenakan, termasuk untuk pajak pertambahan nilai juga.
Maka pada pembahasan kali ini, tidak hanya tentang pengertian dan konsepnya saja, tetapi juga ada uraian objek-objek kena pajak sekaligus simulasi perhitungannya.
Apa itu Pajak Pertambahan Nilai (PPn)?
Pengertian pajak pertambahan nilai adalah pungutan wajib karena dilakukannya transaksi jual-beli barang atau jasa.
PPN merupakan pajak pribadi, artinya konsumen lah yang harus membayar. Jadi jangan heran kalau dalam struk belanja terdapat tulisan pajak, PPN, atau VAT (Value Added Tax).
Kalau pembeli akhir yang membayar pajak, maka pihak yang memungut pajak adalah penjualnya.
Namun penjual atau distributor ini harus berupa badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Nantinya mereka akan menyetor dan melaporkan hasil pungutan PPN kepada pemerintah melalui mekanisme tertentu.
Setiap bulan PPN harus dilaporkan. Jika tidak, maka PKP akan dikenakan denda sebesar Rp500 ribu sesuai UU KUP Pasal 7 ayat 1.
Baca juga: Penjelasan Lengkap 3 Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai
Seperti yang dijelaskan pada bagian pembuka bahwa setiap pajak memiliki landasan hukum. Adapun dasar hukum untuk praktik PPN di Indonesia adalah, sebagai berikut:
UU No.8/1983
Di sini terdapat aturan tentang daerah pabean, barang berwujud, dan BKP (Barang Kena Pajak).
Telah disahkan pada 1 April 1985, namun sudah diberlakukan lebih awal pada 1 Januari 1984. Sekarang UU ini telah diganti menjadi UU No.18/2000.
UU No.11/1994
Sekitar sebelas tahun kemudian lahirlah UU No.11/1994 yang salah satu bagian pentingnya menjelaskan tentang Multi Stage Tax.
Ini adalah pajak yang dikenakan secara bertingkat, mulai dari tahap produksi, distribusi, hingga konsumsi.
Pada intinya, PPN sudah dibebankan sejak dari pabrik, pedagang besar (grosir), sampai dengan ke pengecer.
Kemudian konsumen dikenakan tarif tunggal, yakni sebesar 10% atas harga barang/jasa.
UU No.42/2009
Dalam UU tersebut diatur hal-hal yang berhubungan dengan PPN, yaitu objek yang dikenai, tarif, tata cara penyetoran, mekanisme pelaporan, dan sebagainya.
Dapat dikatakan bahwa ini adalah aturan baru yang berlaku secara legal. Sebab beberapa poin merupakan hasil perubahan dari undang-undang sebelumnya.
Salah satu perubahannya adalah status PKP yang menjadi pihak wajib setor dan lapor.
PMK No.197/PMK.03/2013
Peraturan ini mendasari praktik pemungutan, penyetoran, dan pelaporan oleh PKP.
Disebutkan bahwa pihak yang dianggap sebagai PKP adalah perseorangan atau badan usaha yang jumlah penjualan barang atau jasanya melebihi Rp4,8 miliar.
Jadi kalau pedagang yang penghasilannya belum mencapai nominal tersebut, maka tidak dapat dikukuhkan sebagai PKP.
Namun apabila jumlah penjualannya telah melebihi RP4,8 miliar wajib lapor pada akhir bulan setelah pencapaian tersebut.
UU No 7 Tahun 2021
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 mengatur tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan merupakan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Terbaru di Indonesia.
UU ini memperkenalkan beberapa perubahan signifikan dalam ketentuan PPN, antara lain:
1. Perubahan Tarif PPN
Mulai 1 April 2022, tarif PPN naik dari 10% menjadi 11%. Selanjutnya, tarif ini direncanakan meningkat menjadi 12% paling lambat pada 1 Januari 2025.
2. Pengurangan Pengecualian Objek PPN
Beberapa barang dan jasa yang sebelumnya dikecualikan dari PPN kini menjadi objek pajak, dengan tujuan memperluas basis pajak dan meningkatkan penerimaan negara.
3. Pengaturan Kembali Fasilitas PPN
Peninjauan ulang terhadap fasilitas PPN, seperti pembebasan dan pengurangan tarif, dilakukan untuk memastikan kebijakan perpajakan lebih adil dan efektif.
4. Pengenaan Tarif PPN Final
Penerapan tarif PPN final untuk transaksi tertentu guna menyederhanakan administrasi dan memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak
Baca juga: Jurus Jitu Hadapi PPN 12%, Bisnis Tetap Cuan!
Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPn)
Objek PPN dapat dipahami sebagai barang dan jasa yang dikenai pajak pertambahan nilai.
Jika dilihat secara umum, hampir semua barang dan jasa di sekitar kita dikenakan PPN, namun ada juga yang tidak.
Hal ini dipertimbangkan berdasarkan kebijakan sosial dan ekonomi. Untuk mengetahui pengelompokannya, simak pembahasan berikut:
1. Barang Kena Pajak (BKP)
Jika mendengar kata “barang”, pasti yang terlintas dalam pikiran adalah barang berwujud. Padahal barang kena pajak (BKP) di sini pun termasuk barang tidak berwujud.
Barang-barang yang dikategorikan berwujud bisa digunakan secara bergerak atau pun tidak.
Contoh pajak pertambahan nilai untuk kategori ini adalah rumah, kendaraan, alat-alat elektronik, kosmetik, dan sebagainya.
Sedangkan, contoh pajak pertambahan nilai barang tidak berwujud adalah merek dagang atau brand, hak cipta, hak paten, dan lainnya.
Seluruh barang-barang yang dikenakan pajak diatur dalam UU tentang PPN yang sudah disebutkan di atas, khususnya UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah).
Namun ada juga barang-barang di luar sana yang tidak dikenakan PPN, transaksi yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai adalah:
- Barang hasil tambang yang diambil langsung dari sumbernya, misalnya melalui pengeboran dan sebagainya.
- Barang kebutuhan pokok yang dikonsumsi rakyat dalam jumlah banyak.
- Makanan dan minuman yang disajikan di rumah makan atau warung, termasuk yang dibuat oleh usaha catering.
- Uang, surat-surat berharga, serta emas dalam bentuk batangan.
2. Jasa Kena Pajak (JKP)
Layaknya sebuah barang, maka beberapa jasa pun ada yang dikenakan PPN.
Jasa ini diartikan sebagai kegiatan pelayanan atas perbuatan hukum sehingga menciptakan sebuah barang atau fasilitas yang siap dikonsumsi.
Jasa yang diberikan berdasarkan pesanan atau permintaan juga ada yang dikategorikan JKP sehingga dikenakan PPN.
Jika ingin mengetahui jasa apa saja yang dikenakan dan tidak, bisa mengetahuinya di UU PPN dan PPnBM Nomor 42 Tahun 2009.
Secara spesifik, beberapa bagian yang membahas mengenai JKP adalah:
- Macam-macam kegiatan yang termasuk ke dalam objek PPN dijelaskan dalam Pasal 4 ayat 1.
- Pasal 4A yang berisi tentang jasa-jasa tidak kena PPN, diantaranya adalah pelayanan kesehatan medis, pelayanan sosial, asuransi, pendidikan, keuangan, dan keagamaan, jasa pengiriman uang dengan wesel pos, dan masih banyak lagi.
- Pasal 16C yang mengatur objek PPN untuk kegiatan sendiri atau badan usaha yang hasilnya digunakan secara pribadi atau pihak lain dengan batasan dan tata cara tertentu maka mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Baca juga: 5 Manfaat Jasa Kena Pajak dan Cara Menghitungnya
Tarif Pajak Pertambahan Nilai dan Cara Perhitungannya
Ada tiga ketentuan tarif PPN yang diatur dalam UU PPN dan PPnBM pasal 7.
Setiap pembeli yang dikenakan pajak tersebut akan mendapatkan buktinya secara tertulis pada struk atau bukti transaksi lainnya.
Jika tidak melihat detail PPN pada struk atau bukti transaksi, maka biasanya harga yang dibayar sudah termasuk PPN.
Berikut adalah ketentuan-ketentuan dasar tarif PPN yang berlaku saat ini:
- Tarif PPN yang berlaku adalah sebesar 11%. Besaran ini berlaku untuk seluruh produk yang beredar di dalam negeri dan di daerah Zona Ekonomi Ekslusif berdasarkan UU tentang kepabeanan.
- Tarif PPN 0% diterapkan untuk Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, serta Jasa Kena Pajak.
- Tarif dengan besaran 10% pada poin pertama dapat berubah menjadi turun dan naik.
Agar lebih memahami tentang PPN, maka sebaiknya melakukan simulasi perhitungan.
Rumus Pajak Pertambahan Nilai
Adapun rumus yang digunakan adalah tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau mudahnya:
Harga Barang terkena PPn = 10% x harga dasar barang atau jasa.
Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai
Simak contoh perhitungannya di bawah ini:
Anton membeli sebuah motor baru seharga Rp21 juta. Maka total pajaknya adalah Rp21.000.000 x 11% = Rp2.310.000.
Dengan demikian, keseluruhan pembayaran Anton adalah harga motor + total pajak, yakni Rp21.000.000 + Rp2.310.000 = Rp23.310.000.
Baca juga: 7 Asas asas Pemungutan Pajak yang Berlaku di Indonesia
Perbedaan PPh dan PPn
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPh (Pajak Penghasilan) adalah dua jenis pajak yang berbeda dalam objek, sifat, dan mekanisme pemungutannya.
PPN adalah pajak tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa, dibayar oleh konsumen akhir, dan dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada setiap tahap produksi dan distribusi.
Sementara itu, PPh adalah pajak langsung yang dikenakan atas penghasilan individu atau badan usaha, dihitung berdasarkan keuntungan atau pendapatan yang diperoleh.
Dengan kata lain, PPN berfokus pada transaksi barang dan jasa, sedangkan PPh terkait dengan penghasilan yang diterima oleh wajib pajak.
Baca juga: Pengertian Pajak Penghasilan: Pasal, Objek, Cara Hitung
Penutup
Pajak pertambahan nilai adalah hal yang wajib bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Sebagai warga negara yang baik, maka sudah semestinya semua orang mendukung strategi pemerintah ini untuk memajukan tanah air.
Bagi pihak penjual pun jangan melalaikan kewajibannya untuk melakukan pelaporan.
Selain agar terhindar dari denda, patuh lapor pajak pun menjadi kontribusi dalam pembangunan negara.
Selaku pemilik bisnis, ada baiknya Anda menghitung seluruh besaran pajak untuk produk dan jasa secara terperinci untuk memudahkan Anda nantinya pada saat pelaporan pajak tahunan.
Jika Anda kesulitan untuk melakukan pencatatan dan penghitungan pajak pada usaha, ada baiknya Anda menggunakan software akuntansi yang memiliki fitur penghitungan pajak.
Salah satu software akuntansi yang bisa Anda pilih adalah Accurate Online.
Accurate Online adalah software akuntansi berbasis cloud yang memiliki fitur pencatatan pajak terlengkap seperti membuat SPT masa PPN/PPN Bm, impor faktur pajak, email faktur pajak, PPh pasal 21, PPh pasal 23, dan masih banyak lagi.
Jadi apakah Anda tertarik menggunakan Accurate Online? Anda bisa mencoba secara gratis selama 30 hari melalui tautan pada gambar di bawah ini: