Sanering Adalah: Pengertian, Dampak, dan Contoh Sanering Di Indonesia
Pada dasarnya, sanering adalah tidak beda jauh dengan devaluasi, yang di dalamnya merupakan suatu wujud kebijakan pihak pemerintah pada suatu negara untuk menurunkan nilai mata uang agar daya beli masyarakat menjadi menurun. Istilah ini seringkali dikaitkan dengan istilah redenominasi, padahal sudah jelas arti dari kedua istilahnya sangat berbeda.
Jika redenominasi dilakukan untuk menyederhanakan mata uang, maka sanering dibuat dengan memotong nilai mata uang sehingga daya beli masyarakat nantinya akan menurun dan kekayaan mereka juga akan menurun secara otomatis.
Kebijakan ini pernah diambil oleh pemerintah Indonesia beberapa kali agar bisa mengatasi perekonomian di Indonesia yang kala itu sedang tidak sehat.
Berdasarkan pengertian sanering diatas, maka kebijakan pemerintah dalam menerapkan sanering akan membawa dampak positif sekaligus dampak negatif untuk perekonomian. Dampak paling buruk juga bisa dialami oleh para pebisnis yang bergerak pada bidang industri produk, karena daya beli dan minat masyarakat menjadi menurun. Bahkan bisa menyebabkan beberapa perusahaan menjadi bangkrut.
Daftar Isi
Perbedaan Sanering, Redenominasi dan juga Devaluasi
-
Redenominasi Adalah
Sederhananya, redenominasi adalah penyederhanaan. Artinya, menyederhanakan nilai mata uang uang kala itu sedang berlaku dengan cara mengurangi beberapa digit angka di belakangnya. Upaya ini tidak sama sekali mengurang nilai mata uang.
Sebagai contoh, saat ini pecahan mata uang rupiah yang paling besar adalah Rp 100.000. maka dengan upaya redenominasi, maka nilainya akan disederhanakan menjadi Rp 100 dengan cara menghilangkan tiga digit angka nol di belakangnya.
Jadi, nilai mata uang Rp100 setelah redenominasi sama dengan Rp100.000Â sebelum diberlakukannya redenominasi.
Itu artinya, jika pada biasanya Anda membeli semangkuk bakso dengan harga Rp 10.000, maka pasca diberlakukannya redenominasi harga semangkok bakso tersebut adalah Rp10. Sehingga, dalam prosesnya tidak akan ada penurunan harga maupun daya beli masyarakat, karena di dalamnya hanya menghapus digit angka nol di belakangnya saja, bukan menghapus nilai mata uang tersebut.
Tujuan utama diberlakukannya redenominasi adalah demi mempermudah setiap lapisan masyarakat dalam melakukan kegiatan transaksi, termasuk di dalamnya membantu para akuntan dalam menyelesaikan data keuangan perusahaannya.
Walaupun demikian, upaya redenominasi ini baru bisa diterapkan apabila kondisi ekonomi pada suatu negara sedang sehat, termasuk di dalamnya kestabilan kondisi politik. Kenapa? Karena kondisi politik yang tidak stabil sangat rawan dan bisa berdampak negatif untuk perekonomian suatu negara.
Saat ini, Indonesia adalah negara dengan peringkat kedua dalam hal pecahan mata uang terbesar di area ASEAN. Peringkat pertamanya dipegang oleh Vietnam yang memiliki pecahan paling besar adalah 500.000 dong. Sedangkan untuk Indonesia, seperti yang sudah kita ketahui saat ini pecahan terbesarnya adalah Rp100.000 .
Adanya denominasi yang sangat besar ini membuat mata uang rupiah diprediksi menjadi mata uang dengan nilai tukar yang sangat rendah dibandingkan dengan mata uang regional lainnya.
-
Sanering Adalah
Untuk masyarakat Indonesia yang lahir pada tahun 1950-an dan 1960-an, pasti mereka pernah mengalami kebijakan sanering di Indonesia. Pemerintahan Indonesia pada saat itu tercatat pernah melakukan kebijakan sanering sebanyak 3 kali, yakni pada tahun 1950, 1959, dan 1965. Saat itu, bisa dibilang kondisi perekonomian di Indonesia sangat buruk.
Lantas, apa yang dimaksud dengan sanering itu sendiri, sehingga bisa berdampak pada kekacauan kondisi ekonomi di Indonesia?
Jadi, sanering adalah suatu proses pemotongan nilai mata uang yang sedang beredar di masyarakat. Sebagai contoh nyata, seperti kebijakan sanering yang pernah terjadi di bulan Agustus tahun 1959.
Kala itu, pihak pemerintah menurunkan nilai pecahan mata uang rupiah sebesar Rp500 dengan gambar macan menjadi Rp50. Pemerintah kala itu juga turut menurunkan nilai pecahan Rp1000 dengan gambar gajah menjadi sebesar Rp100.
Dampaknya, mata uang yang sudah lama ditabung menjadi tidak memiliki nilai, seluruhnya hanya tinggal 10% saja. Kerusuhan massal pun terjadi dimana-mana. Khususnya karen pada saat itu tidak diberlakukannya upaya sosialisasi, sehingga informasi yang beredar tidak bisa diterima secara menyeluruh ke semua wilayah di Indonesia.
Kebijakan sanering ini terpaksa harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia karena adanya hiperinflasi. Saat itu, terjadi lonjakan harga barang dan begitu banyaknya uang yang beredar di masyarakat.
Sebagai gambaran saja, pada tahun 1965 ketika terjadi sanering episode ke 3, nilai inflasi mata uang rupiah saat itu menyentuh 635,5%.
Akibatnya, masyarakat Indonesia pun menjadi semakin terjepit, daya turun menjadi menurun karena berbagai harga menjadi meningkat, sedangkan pendapatan masyarakat menjadi menurun karena adanya pemotongan nilai mata uang rupiah.
Jadi, jika kali itu harga satu kilogram telur adalah Rp1.500, maka ketika terjadi sanering masyarakat tidak serta merta bisa membelinya dengan harga Rp150. Nah, dari hal tersebut kita bisa bayangkan betapa kacaunya dampak sanering.
-
Devaluasi adalah
Bila sanering adalah upaya pemotongan nilai mata uang dalam negeri, maka devaluasi lebih mengacu pada nilai tukar mata uang asing. Proses pelaksanaannya pun hampir sama, yang mana pihak pemerintah akan mengatur nilai tukar mata uang dalam negeri terhadap nilai mata uang asing pada satu waktu tertentu.
Kebijakan devaluasi ini dilakukan karena di dalamnya terdapat kecenderungan penurunan nilai tukar mata uang dalam negeri dengan mata uang asing.
Di era pemerintahan orde baru, Presiden Soeharto tercatat pernah melakukan kebijakan devaluasi sebanyak empat kali.
Kebijakan ini pertama kali dilakukan pada bulan Agustus tahun 1972, yang mana kala itu pemerintah melakukan devaluasi nilai mata uang rupiah dari Rp378 menjadi Rp415 per satu dolar AS. Lantas, devaluasi jilid duan pernah terjadi pada tanggal 15 November 1978, yang kala itu menteri keuangan Ali Wardhana menurunkan nilai tukar mata uang rupiah dari yang awalnya Rp415 menjadi Rp625 per satu dolar Amerika.
Sementara itu, dua jilid devaluasi selanjutnya terjadi pada masa pemerintahan menteri keuangan Radius Prawiro. Pada tanggal 30 Maret 1983, nilai tukar mata uang rupiah yang awalnya Rp702 diturunkan menjadi Rp970 per 1 US$.
Selanjutnya, di tanggal 12 September 1986, pemerintah pun melakukan devaluasi nilai tukar mata uang rupiah dari Rp1.134 menjadi Rp1.664 per 1 US$.
Alasan dilakukannya kebijakan devaluasi tersebut adalah karena pihak pemerintah ingin memperbaiki kondisi balance of payment, balance of trade, dan balance of equilibrium. Tujuan lainnya adalah untuk meningkatkan nilai ekspor yang lebih tinggi daripada impor, dan juga mendorong peningkatan produksi dari dalam negeri.
Harapan diberlakukannya devaluasi dalam jangka waktu pendek adalah agar mampu membuat nilai tukar mata uang rupiah menjadi lebih stabil, sehingga kondisi perekonomian bisa berlangsung lancar secara makro.
Baca juga: Mengenal Jenis Bank yang Ada di Indonesia Berdasarkan Fungsinya
Dampak Sanering Pada Perekonomian Negara
Berdasarkan pengertian sanering diatas, maka kebijakan ini sudah seharusnya mampu memperbaiki kondisi perekonomian masyarakat dan juga menekan laju inflasi mata uang. Tapi, fakta sejarah membuktikan pada tahun 1959 kondisi ini justru menimbulkan kekacauan yang sangat besar.
Seperti yang sudah dijelaskan secara singkat di atas, Indonesia pernah menerapkan kebijakan sanering pada 25 Agustus 1959 yang kala itu berdasarkan UU No 2 Prp. Th. 1959.
Kala itu, pemerintahan Ir. Soekarno memutuskan untuk menurunkan nilai mata uang bergambar macan dengan nilai Rp500 menjadi Rp 50, dan mata uang bergambar gajah dengan nilai Rp1000 menjadi hanya Rp100 saja.
Tujuan utama diberlakukannya kebijakan ini adalah demi menekan laju inflasi yang kala itu berlangsung dari tahun 1960 an. Tapi, kala itu sistem informasi belum mudah diperoleh seperti saat ini, sehingga pada hari pertama disosialisasikan kebijakan ini, tidak semua masyarakat Indonesia mendapatkan sosialisasi tersebut.
Sehingga, beberapa masyarakat yang sudah mengetahui informasi ini berlomba-lomba untuk membelanjakan uang dengan pecahan Rp500 dan Rp1000 secara serentak.
Hampir seluruh toko sembako, para pedagang hewan ternak, dan usaha lainnya diserbu oleh masyarakat agar bisa membelanjakan uang tersebut.
Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk kepanikan masyarakat dan melahirkan kerugian yang sangat besar pada para pemilik bisnis. Sehingga, kondisi perekonomian Indonesia menjadi sangat kacau karena masyarakat tidak ingin mempunyai uang pecahan Rp500 dan Rp1000.
Kebijakan tersebut lantas memperparah beban pemerintah dan juga meningkatkan laju inflasi. Pada tahun 1961, pemerintah Indonesia lantas mengalami defisit sampai 29,7% dan terus melonjak hingga 63,4% pada tahun 1965.
Kelemahan Kebijakan Sanering
Berdasarkan kebijakan sanering yang pernah diberlakukan oleh pemerintah Indonesia di tahun 1959 lali, kita bisa menilai bahwa kebijakan sanering lebih banyak membawa kerugian daripada keuntungan.
Walaupun saat ini kebijakan diberlakukannya sanering sangat kecil, namun para pebisnis harus tetap waspada dan mengawasi perkembangan ekonomi di Indonesia secara berkala.
Berikut ini adalah kelemahan sanering jika diterapkan pada perekonomian negara.
- Terlantarnya pembangunan ekonomi nasional
- Menurunnya nilai mata uang lokal terhadap mata uang asing.
- Penurunan daya beli masyarakat
- Masyarakat mengalami kesulitan ekonomi, khususnya masyarakat kecil
Baca juga: Di Tahun 2021, Saatnya Menghindari Rasa Takut Tentang Money Talk
Penutup
Demikianlah pengertian lengkap tentang sanering dan berbagi hal terkait di dalamnya. Dengan informasi diatas, diharapkan kita sebagai masyarakat, khususnya pebisnis bisa lebih mewaspadai adanya gejolak perekonomian di dalam negeri. Sehingga bisa menjaga keutuhan profit keuangan bisnis atau usahanya.
Namun, hal paling penting lainnya untuk menjaga keutuhan perusahaan adalah dengan mengelola keuangan secara baik dan tepat. Agar lebih mudah untuk mengelola keuangan perusahaan, Anda bisa menggunakan software akuntansi dari Accurate Online.
Accurate Online adalah software akuntansi berbasis cloud yang memiliki fitur terbaik seperti otomasi pembukuan, manajemen aset, pembuatan laporan keuangan, penghitungan dan pelaporan pajak, multi gudang, proses rekonsiliasi otomatis dan masih banyak lagi.
Anda bisa mencoba menggunakan Accurate Online sebagai software akuntansi bisnis Anda secara gratis selama 30 hari melalui tautan pada gambar di bawah ini: