Surat Setoran Pajak: Pengertian, Fungsi, Jenis dan Contohnya
Ketentuan mengenai bentuk, isi, dan tata cara pengisian Surat Setoran Pajak (SSP) di Indonesia sudah mengalami beberapa kali perubahan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan aturan baru tentang tata cara pengisian Surat Setoran Pajak (SSP) melalui Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak nomor PER-09/PJ/2020 tentang Bentuk, Isi dan Tata Cara Pengisian SSP yang menggantikan aturan sebelumnya, yaitu Perdirjen Pajak nomor PER-22/PJ/2017.
Ingin mengetahui secara mendalam tentang surat setoran pajak yang berlaku di Indonesia? Baca terus artikel ini untuk mengetahui lebih jauh penjelasannya:
Daftar Isi
Apa itu Surat Setoran Pajak?
SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Bentuk formulir SSP ini sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-38/PJ/2009 Tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak.
Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-38/PJ/2009 Tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak.
Setiap SSP hanya bisa digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran untuk:
- Satu jenis pajak,
- Satu masa atau tahun pajak,
- Satu Surat Ketetapan Pajak (SKP),
- Surat Tagihan Pajak (STP),
- Surat Ketetapan PBB,
- Surat Tagihan PBB, atau
- Satu surat keputusan atas upaya hukum yang mengakibatkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
Setiap penyampaian SSP harus menggunakan satu kode akun pajak dan satu jenis setoran pajak.
Adapun, dalam aturan terbaru DJP mengubah daftar kode akun dan kode jenis pajak sebagaimana terlampir dalam surat tersebut.
Perubahan ini dilakukan agar kode akun maupun kode jenis pajak sesuai dengan perkembangan aturan di bidang perpajakan.
Dalam aturan terbaru DJP juga mengakomodir tata cara pengisian SSP melalui aplikasi billing yang dimiliki DJP maupun sistem penerbitan kode billing lainnya yang terintegrasi dengan sistem billing DJP.
Adapun dalam ketentuan yang lama, mekanisme penyampaian SSP melalui billing sistem tidak diatur.
Baca juga: Rush Money: Pengertian, Penyebab, Dampak, dan Cara Menghadapinya
Fungsi Surat Setoran Pajak
Fungsi utama SSP adalah sebagai bukti utama dan sarana administrasi bagi Wajib Pajak yang sudah melakukan pembayaran pajak sesuai aturan yang berlaku.
Bagi wajib pajak yang telah menyelesaikan kewajibannya terkait dengan pajak, akan mendapat bukti pembayaran pajak yang telah disahkan dari pejabat kantor yang memiliki kewenangan.
Baca juga: SPT Masa PPn: Pengertian, Cara Pelaporan, dan Perbedaanya dengan SPT Tahunan
Jenis-jenis Surat Setoran Pajak
Tahukah Anda di Indonesia terdapat beberapa macam surat setoran pajak? berikut ini jenis dan perbedaannya:
1. Surat Setoran Pajak Standar
SSP ini biasa digunakan para wajib pajak saat melakukan kewajibannya ke Kantor Penerima Pembayaran.
Surat ini sendiri nantinya mempunyai tujuan sebagai bukti pembayaran dalam isi, ukuran dan bentuk dan dibuat rangkap lima.
Setiap rangkapnya sendiri akan diberikan kepada pihak yang berbeda-beda
- Lembar pertama ditujukan kepada Wajib Pajak dan dipergunakan sebagai arsip.
- Lembar kedua diperuntukan bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang diberikan melewati Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
- Lembar ketiga akan digunakan Wajib Pajak saat melapor ke KPP.
- Lembar keempat akan diberikan untuk Kantor Penerima Pembayaran.
- Lembar kelima akan dipergunakan sebagai arsip Wajib Pungut atau pihak berwenang lainya yang telah diatur dalam undang-undang perpajakan.
2. Surat Setoran Pajak Khusus
Mempunyai fungsi yang ada pada SSP Standar dalam administrasi perpajakan dan menjadi bukti pembayaran yang dicetak oleh KPP menggunakan mesin transaksi yang telah ditetapkan atau diatur oleh pemerintah.
SSP ini hanya dapat dicetak saat terjadi transaksi pembayaran sebanyak 2 lembar, yang dimana lembar pertama memiliki fungsi yang sama dengan lembar ke-1 dan lembar ke-3 SSP Standar.
Selain itu juga dapat dicetak secara terpisah dan nantinya dapat dipergunakan dengan lembar ke-2 SSP Standar, serta diteruskan kepada KPPN sebagai lampiran Daftar Nominatif Penerimaan (DNP).
Baca juga: Apa itu Sekuritas? Ini Pengertian, Jenis, dan Cara Memilih Sekuritas yang Baik
3. Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (Impor)
SSP ini dibuat untuk usaha yang mengimpor barang atau importir dan bisa berbentuk dalam Surat Setoran Cukai, Pajak, dan Pabean.
Surat jenis ini dibuat dalam enam rangkap dan diberikan kepada pihak- pihak tertentu seperti
- Lembar 1a diberikan untuk KPPBC (Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai) melewati Penyetor.
- Lembar 1b nantinya diberikan untuk Penyetor.
- Lembar 2a diperuntukan untuk KPBC melalui KPPN.
- Lembar 2b & 2c diberikan untuk KPP melalui KPPN.
- Lembar 3a & 3b ditujukan kepada KPP melalui Penyetor.
- Lembar 4 diberikan untuk Bank Persepsi atau Pos Indonesia.
4. Surat Setoran Cukai Terkait Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan dalam Negeri (SSCP)
Berbeda dengan surat lainnya, surat pajak ini berlaku bagi pengusaha untuk cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri.
Akan dibuat dalam enam rangkap dan diberikan kepada yang berwenang seperti
- Lembar 1a ditujukan KPBC yang diberikan melalui Penyetor.
- Lembar 1b ditujukan untuk Wajib Pajak.
- Lembar 2a ditujukan untuk KPBC melewati KPPN.
- Lembar 2b ditujukan kepada untuk KPP melalui KPPN.
- Lembar 3 ditujukan untuk KPP melewati Wajib Pajak.
- Lembar 4 ditujukan kepada Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia.
Baca juga: Pasar Bebas: Pengertian, Tujuan, Fungsi, dan Manfaatnya
Bentuk dan Contoh Surat Setoran Pajak Indonesia
Secara umum formulir pajak dibuat dalam empat rangkap, dan masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Dimana lembar pertama akan diberikan kepada wajib pajak, dan dipergunakan sebagai arsip. Contoh SSP adalah seperti di bawah ini:
Lembar kedua diberikan kepada Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN), lalu lembar ketiga digunakan wajib pajak untuk melapor ke KPP. Serta lembar terakhir diberikan untuk arsip Kantor Penerimaan Pembayaran.
Namun perlu diketahui untuk beberapa hal ada kasus yang membutuhkan lebih dari 4 lembar formulir untuk arsip wajib pungut atau Bendahara Pemerintah/BUMN. Atau pihak lainnya yang terkait.
Pada setiap satu formulir SSP hanya dapat digunakan hanya untuk satu jenis pajak dalam kurun masa satu tahun saja tergantung dengan kode surat tagihan pajak yang digunakan.
Baca juga: Cara Menghitung Dasar Pengenaan Pajak PPN 11 Persen dengan Excel
Perubahan Peraturan Setoran Setoran Pajak Indonesia
Mengenai bentuk, isi, dan tata cara pengisian SSP ini seperti diketahui telah mengalami beberapa kali perubahan.
Berdasarkan Pasal 6 aturan terbaru ini, perubahan ketentuan SSP Perdirjen Pajak No. PER-38/PJ/2009 ini telah dilakukan sebanyak tujuh kali, di antaranya:
Tahun 2010
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak
Tahun 2013
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2013 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009
Tahun 2015
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak
Tahun 2015
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak
Tahun 2016
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2016 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak
Tahun 2017
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2009 tentang Perubahan Keenam atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak
Dengan adanya ketentuan terbaru tentang SSP Perdirjen Pajak No. PER-09/2020 yang terbit dan mulai berlaku 30 April tahun ini, maka ke semua peraturan Dirjen Pajak sebelumnya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Tahun 2021
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2021 mengatur lebih lanjut tentang tata cara penerbitan Surat Setoran Pajak (SSP) dan penggunaan Kode Billing dalam sistem pembayaran pajak di Indonesia.
SSP (Surat Setoran Pajak) tidak lagi diterbitkan secara manual atau cetak.
Sebaliknya, bukti pembayaran pajak yang sah adalah Bukti Penerimaan Negara (BPN), yang diterima setelah wajib pajak melakukan pembayaran menggunakan Kode Billing melalui bank atau lembaga persepsi.
PER-22/PJ/2021 mengatur bahwa semua jenis pajak, termasuk Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan pajak lainnya, harus dibayar menggunakan sistem Kode Billing.
Tahun 2024
PER – 2/PJ/2024 mempertegas bahwa wajib pajak harus menggunakan sistem Kode Billing untuk pembayaran pajak, menggantikan penggunaan SSP manual untuk kebanyakan transaksi.
Meskipun penggunaan SSP manual semakin berkurang, PER – 2/PJ/2024 tetap mengatur format dan struktur pengisian SSP untuk kasus-kasus tertentu.
PER – 2/PJ/2024 menekankan pentingnya kepatuhan dalam pengisian dan penyetoran SSP.
Keterlambatan atau kesalahan dalam pengisian dapat mengakibatkan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Baca juga: Laporan Perpajakan untuk Bisnis: Jenis dan Tips dalam Membuatnya
SSP Telah Digantikan oleh SSE Pajak
Seiring perkembangan teknologi dan informasi, penggunaan SSP untuk menyetorkan pajak akhirnya digantikan oleh SSE pajak.
SSE pajak secara efektif diberlakukan sejak 1 Juli 2016, dimana Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meresmikan e-Biling atau Surat Setoran Elektronik (SSE) pajak.
SSE bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, akurasi, dan kemudahan dalam administrasi perpajakan.
SSE pajak ini berbasis internet, jadi wajib pajak akan semakin mudah dalam membayarkan pajak mereka di mana saja dan kapan saja tanpa perlu mengantre.
Dengan SSE, proses pembayaran dan pencatatan pajak menjadi lebih mudah dan terintegrasi secara elektronik, memberikan manfaat signifikan bagi wajib pajak dan otoritas pajak.
Lantas, bagaimana cara mengisi SSE pajak? Sebenarnya, metode pengisian, fungsi dan substansi konten pada SSE sama seperti SSP.
Bedanya, media pengisian dilakukan secara elektronik. Untuk langkah lebih jelas Anda dapat mempelajarinya pada link di bawah ini!
Baca juga: SSE Pajak: Pengertian Jenis dan Cara Membuat Kode Billingnya
Kesimpulan
Itulah pembahasan mendalam mengenai surat setoran pajak yang berlaku di Indonesia.
Pengelolaan dan pelaporan perpajakan memang terkadang menjadi hal yang sangat menyulitkan dan memakan waktu bagi sebagian orang atau bisnis,
Namun dengan kemajuan teknologi pengelolaan dan pelaporan perpajakan bisa menjadi lebih mudah, salah satunya adalah dengan menggunakan seluruh layanan yang disediakan DJP secara online.
Solusi lainnya adalah Anda bisa menggunakan software akuntansi yang memiliki fitur perpajakan terintegrasi seperti Accurate Online.
Accurate Online adalah software akuntansi berbasis cloud yang sudah digunakan oleh lebih dari ratusan ribu pengguna dari berbagai jenis bisnis dan memiliki fitur pembukuan dan perpajakan terlengkap seperti e-filing, e-billing, e-faktur dan masih banyak lagi.
Tertarik menggunakan Accurate Online? Anda bisa mencoba menggunakan Accurate Online secara gratis selama 30 hari melalui tautan pada gambar di bawah ini: